563f82b456f92a3eeecea09305f3281e.ppt
- Количество слайдов: 44
SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017
PERTEMUAN I
Silabus 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pengertian dan Konsep Partai Politik Fungsi-fungsi partai politik Tipologi partai politik Sistem Kepartaian di Indonesia Konsep-konsep tentang Pemilu Sistem Pemilu di Indonesia
PENGERTIAN PARTAI POLITIK Carl J. Friedrich partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material. Sigmund Neumann partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. George B. de Huszar dan Thomas H. Stevenson partai politik adalah sekelompok orang-orang yang terorganisir untuk ikut serta mengendalikan suatu pemerintahan, agar dapat melaksanakan programnya dan menempatkan anggota-anggotanya dalam jabatan.
Menurut Barrie Axford “Partai politik adalah sebuah organisasi permanen, tujuan utamanya adalah untuk mengikuti pemilihan umum dan untuk mempergunakan kekuasaan di dalam sebuah pemerintahan. partai menampilkan banyak fungsi, termasuk memobilisasi partisipasi masyarakat di dalam politik, recruitment elit, dan mewakili (bagian dari) masyarakat, tetapi memenangkan pemilu dan mengontrol mesin kekuasaan negara adalah yang utama”
Menurut UU No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
PERTEMUAN II
FUNGSI PARTAI POLITIK
FUNGSI PARTAI POLITIK Fungsi utama partai politik ialah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Secara umum, partai politik dikenal menjalankan sejumlah fungsi sebagaimana berikut ini: Sebagai sarana komunikasi politik Sebagai sarana sosialisasi politik Sebagai sarana rekruitmen politik Sebagai sarana artikulasi dan agregasi kepentingan Sebagai sarana pembuatan kebijakan Sebagai sarana pengatur konflik
Fungsi Parpol Menurut Rod Huge 1. 2. 3. 4. Rod Huge dalam bukunya berpendapat bahwa fungsi partai politik terdiri dari 4 hal, yaitu: Partai berfungsi sebagai agen dari rekruitmen elite. Mereka melayani sebagai mekanisme besar untuk menyiapkan dan merekrut kandidat untuk jabatan publik. Partai melayani sebagai agen dari aggregasi kepentingan. Mereka mentranformasi banyak tuntutan spesifik ke dalam paket-paket usul yang lebih mudah diatur. Partai-partai memilih, mengurangi dan mengkombinasi kepentingan-kepentingan. Mereka bertindak sebagai penyaring diantara masyarakat dan negara, memutuskan tuntutan mana yang diizinkan melalui jaringan mereka. Partai politik masih melayani sebagai “point of reference” untuk para pendukung dan pemilih, memberikan masyarakat sebuah kunci untuk mengintepretasikan sebuah dunia politik yang rumit. Partai modern menawarkan “direction to government”, atau partai menyediakan kepemimpinan untuk memerintah.
PERTEMUAN III
TIPOLOGI PARTAI POLITIK
Tipe-Tipe Partai Politik Berdasarkan Asas & Orientasi Komposisi & Fungsi Anggota Tipologi Parpol Basis Sosial Tujuan Parpol Orientasi Ideologis
A. Parpol Berdasarkan Asas dan Orientasi Terbagi menjadi 3 yaitu : 1. Partai politik pragmatis, 2. Partai politik doktriner, dan 3. Partai politik kepentingan.
B. Parpol Berdasarkan Komposisi dan Fungsi Anggota Terbagi menjadi 2 yaitu : 1. Partai massa/lindungan dan 2. Partai kader
C. Berdasarkan Basis Sosial dan Tujuan partai politik diklasifikasikan menjadi: Partai politik yang beranggotakan lapisan sosial dalam masyarakat, 2. Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kepentingan tertentu, 3. Parpol yang anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu, dan 4. Parpol yang anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu. 1.
D. Parpol Berdasarkan Tujuan Parpol partai politik diklasifikasikan menjadi Partai perwakilan kelompok, 2. Partai pembinaan bangsa, dan 3. Partai mobilisasi 1.
E. Parpol Berdasarkan Orientasi Ideologis partai politik diklasifikasikan menjadi Partai sayap kiri 2. Partai sayap kanan 1.
Partai Politik Pada Tahun 2009
TUGAS !!!! PILAHLAH TIPE PARPOL-PARPOL YANG ADA DI INDONESIA !
PERTEMUAN IV
SISTEM KEPARTAIAN Sistem kepartaian mengacu kepada sejumlah dan tipe dari partai yang bekerja di dalam sistem politik. Cara yang paling umum dalam membedakan tipe sistem partai politik adalah dengan referensi jumlah partai yang berkompetisi dalam memperebutkan kekuasaan. Sistem kepartaian yang kebanyakan ditemui dalam politik modern saat ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Sistem Satu Partai Sistem Dua Partai Sistem Partai Dominan SIStem Multi Partai
a. Sistem Satu Partai Jerzy J. Wiatr, seorang ahli politik kebijakan, membedakan sistem partai tunggal kedalam tiga sub tipe, yaitu: a. b. c. Sistem monopartai, dimana hanya ada satu partai yang secara resmi diizinkan untuk berdiri. Sistem hegemoni, dimana ada beberapa aprtai yang diizinkan untuk berdiri tetapi mereka dapat mengajukan kandidat hanya ketika mereka diizinkan untuk melakukannya oleh seorang petugas partai senior, dan tidak ada persaingan antar partai yang diperbolehkan. Sistem dominan, dimana beberapa partai poltiik boleh mengorganisasi dan mengajukan kandidat, tetapi sebuah partai yang memangkan hampir semua suara dan posisi karena ia memegang “kesetiaan” para pemilih.
b. Sistem Dua Partai Sebuah sistem dua partai adalah duopolistic yangmana didominasi oleh dua partai besar yang secara kasar memiliki prospek yang seimbang dalam memenangkan kekuasaan pemerintah. dalam bentuk klasiknya, sebuah sistem dua partai dapat diidentifikasi dengan tiga criteria, yaitu: 1. Meskipun ada sejumlah partai kecil, hanya dua partai yang menikmati kekuasaan electoral dan legislatif yang cukup untuk memiliki prospek yang realistik dalam memenangkan kekuasaan pemerintah. 2. Partai yang lebih besar dapat memerintah sendirian (biasanya pada basis mayoritas legislatif) dan yang lain menjadi oposisi. 3. Alternatif kekuasaan diantara partai-partai ini adalah menjadi partai yang terpilih utnuk menjalankan pemerintahan atau memainkan peranan sebagai sayap oposisi dalam pemeritnaha partai yang sedang berkuasa tersebut.
c. Sistem Partai Dominan Sistem partai dominan adalah sistem kepartaian yang kompetitif dalam pengertian bahwa sejumlah partai berkompetisi pada pemilu reguler dan populer, tetapi didominasi oleh partai besar yang tunggal yang secara konsekuen menikmati periode kekuasaan yang panjang. Contoh: LDP di Jepang, Congress party di India, SAP di Swedia, dan DC di Italia.
d. Sistem Multi Partai Sebuah sistem multi partai dikarakterkan dengan kompetisi diantara lebih dari dua partai, mengurangi kesempatan pemerintahan oleh satu partai dan meningkatkan kemungkinan koalisi. Keunggulan dari sistem multi partai, yaitumereka dapat menciptakan “checks and balances” internal di dalam pemerintahan dan menunjukkan sebuah bias dalam debat yang menguntungkan, konsolidasi dan kompromi. Kritik mendasar dari sistem multi partai berhubungan dengan perangkap dan kesulitan-kesu; itan dalam pembentukan koalisi. Lebih serius, pemerintahan koalisi dapat retak dan tidak stabil, memebrikan perhatian yang lebih besar pada pertengkaran diantara partner koalisi daripada menjalankan tugas pemerintahan.
1. 2. 3. 4. 5. 6. Giovanni Sartori mengemukakan adanya tujuh sistem kepartaian yang dapat digunakan untuk mengamati perubahan sistem kepartaian disuatu negara berikut segala konsekuensinya terhadap mekanisme pengambilan keputusan politik. Ketujuh sistem itu adalah: Atomized party system Jumlah partai antara 10, 20, atau lebih. Polarized pluralism Tipe polarized pluralism merupakan tipe sistem kepartaian yang diwarnai pola fragmentasi yang tinggi. Fragmentasi tersebut mencakup jarak ideologi/polarisasi berdasarkan ideologi. Tipe ini sering dikenal sebagai extreme pluralism. Moderate pluralism Jumlah partai di legislatif antara 5 -6. Partai yang ada terfragmentasi berdasarkan parameter sosial ekonomi tertentu tetapi tidak terpolarisasi berdasarkan ideologi. Two party system Pre-dominant party system Sistem partai pre-dominan bermakna ada partai besar yang secara konsisten didukung oleh 50%+1 (absolute majority) suara dari pemilih. Sistem partai ini diakui terbentuk minimal berdasarkan 4 kali hasil pemilu legislatif secara berurutan. Hegemonic party system Ada 1 partai dengan kekuasaan yang sangat dominan (mayoritas dominan), jika suara-suara partai lain digabungkan, masih tidak dapat mengalahkan partai tersebut. Pragmatic hegemonic 1. Pragmatic Hegemonic 2. Ideological hegemonic Single party system Totalitarian Authoritarian 1. Pragmatic
PERGESERAN SISTEM KEPARTAIAN Giovanni Sartori dalam bukunya Parties and Party System (1976) mengungkapkan bahwa sistem kepartaian disuatu negara dapat berubah-ubah karena variabel pembentuknya tidak bersifat diskrit. Sartori menunjukkan adanya empat variabel pembentuk, yaitu: Sistem dan mekanisme pemilu yang berlaku. Nilai demokrasi pada tataran operasional yang dipahami oleh satu bangsa. Pola mekanisme pengambilan keputusan politik yang dikenal dalam nilai kultural yang berlaku. Kuat atau tidaknya idelogi nasional.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERTAHANNYA SEBUAH PARTAI POLITIK Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan dari sebuah partai politik untuk bertahan akan ikut mempengaruhi evolusi dari sistem kepartaian yang ada. Sebuah partai politik bisa bertahan apabila mempunyai: Basis sosial yang berhubungan dengan indeks of heterogeneity. Basis ideologi. Basis material. Infrastruktur dan sebaran kader. Program dan kandidat.
FUNGSI PEMILU Sarana legitimasi politik. Sirkulasi kekuasaan. Representasi politik untuk mengaktualisasikan aspirasi dan kepentingan rakyat. Implementasi kedaulatan rakyat. Sosialisasi dan pendidikan politik masyarakat.
Electoral Process dan Electoral Law: Aturan yang disepakati berdasarkan prinsip-prinsip pemilih. ex: simple majority. Electoral Process: Metode yang mentransfer suara menjadi kursi. - OPOVOV (One person, One Vote, One Value). - Bilangan Pembagi Pemilih.
TIPE PEMILIHAN UMUM “First past the post” plurality system Pemilik jumlah suara terbesar yang memenangkan kursi/pemilihan. Negara pengguna: Amerika, Inggris, Kanada. Absolute majority system. Pemenang dalam pemilihan adalah yang mengumpulkan suara 50% + 1. Negara pengguna: Perancis, Rusia, Nigeria. Preferential ballot. Pemilih memberikan nomor urut pilihan pada setiap kandidat disamping nama mereka. Contoh negara yang menerapkan: Australia.
Party list system. Pemilih memilih nama yang dinominasikan oleh partai politik. contoh negara yang menerapkan: Israel, Swiss, Indonesia (pada masa ORBA). Single tranferable vote system. Pemilih dapat menentukan sendiri siapa kandidat yang akan dia pilih (tidak ada pilihan nama kandidat di lembar pemilihan). Diberlakukannya electoral quota. Suara yang dihitung adalah pilihan pertama dari pemilih. Adanya transfer perolehan suara seperti disistem proporsional. Contoh negara yang menerapkan sistem ini: Irlandia. Approval voting. Pemilih tidak dibatasi dalam memberikan dukungan. Tidak ada pengurutan dalam proses memilih kandidat. Yang paling banyak dimuat namanya yang memenangkan pemilihan. Contoh: pemilihan di lembaga pendidikan.
SISTEM PEMILU: DISTRIK Keunggulan: Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik sehingga hubungannya dapat lebih erat. Mendorong kearah integrasi partai. Berkurangnya jumlah partai dan meningkatnya kerjasama antar partai. Sederhana dan mudah diselenggarakan. Kelemahan: Kurang memperhitungkan partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika tersebar di berbagai daerah pemilihan. Kurang representatif, partai/kandidat yang kalah akan kehilangan suara pendukungnya.
SISTEM PEMILU: PROPORSIONAL Keunggulan: Tidak ada suara yang hilang. Lebih representatif. Kelemahan: Mempermudah fragmentasi dan timbulnya partai-partai baru. Wakil terpilih lebih terikat kepada partai. Sukar membentuk koalisi dan pemerintahan yang stabil.
CATATAN BAGI DUA SISTEM PEMILU Sistem distrik cenderung menghasilkan sistem dua partai, kecuali terdapat partai ketiga yang kuat di daeraha tertentu. Sistem distrik cenderung diterapkan dalam masyarakat yang memiliki homogenitas masyarakat yang tinggi, tidak hanya dalam hal komposisi sosialnya, tetapi juga budayanya. Sistem proporsional cenderung mempertahankan sistem multi partai dan diterapkan oleh negara dengan masyarakat yang tingkat kemanjemukannya relatif tinggi. Koalisi menjadi sebuah mekanisme yang dimiliki oleh sistem proporsional. Sementara dalam sistem distrik, yang mungkin terjadi adalah penggabungan partai atau kandidat.
AWAL KEMERDEKAAN – DEMOKRASI PARLEMENTER Maklumat Wapres No. X tahun 1945. Munculnya sistem multi partai. Transisi presidensiil ke parlementer. Pelaksanaan pemilu 1955. Munculnya partai pemenang pemilu dan tidak adanya partai dominan. Kepartaian yang terbelah secara ideologis. .
DEMOKRASI TERPIMPIN Pembatasan kebebasan berorganisasi. Pertentangan politik antara presiden dengan partai politik tertentu. Pembubaran partai politik yang bertentangan dengan rezim. Perkembangan PKI sebagai calon partai besar.
ORDE BARU Fusi partai politik. Penguasaan pemerintah terhadap lembaga pemilihan umum. Rekruitmen elit politik melalui proses pemilihan dan pengangkatan. Terbentuknya sistem kepartaian yang hegemonik.
ORDE REFORMASI 1999 -2004 Kebebasan berorganisasi jilid 2. Menjamurnya partai politik. Pergeseran sistem pemilihan umum dari proporsional tertutup menuju proporsional terbuka. Pengurangan militer dalam tubuh legislatif. Pergeseran sistem kepartaian. Adanya electoral treshold sebesar 2%.
ORDE REFORMASI 2004 -2009 Pemilihan presiden secara langsung. Sejak 2005 sistem politik Indonesia melaksanakan Pilkada Langsung baik di propinsi maupun kabupaten/kota. Pilkada untuk mengimbangi kekuasaan legislatif yang besar. Penggunaan simple majority system dengan ketentuan minimal 25% untuk memenangkan pilkada, menyisakan kelemahan pada sisi legitimasi pemenang pemilu. Pemilihan DPD. Peningkatan electoral treshold menjadi 3%.