4b3158cd8b812b79b4df61313e227a94.ppt
- Количество слайдов: 139
KEBIJAKAN & STRATEGI PENGENDALIAN ISPA
PENGENDALIAN PNEUMONIA BALITA LATAR BELAKANG
Pneumonia: The forgotten Killer of children 3| INICHD Oct 2008
Major causes of death in neonates and children under-five in the world - 2004 Deaths among children underfive Neonatal deaths 35% of under-five deaths are due to the presence of undernutrition* Sources: (1) WHO. The Global Burden of Disease: 2004 update (2008); (2) For undernutrition: Black et al. Lancet, 2008 4| INICHD Oct 2008
CAPAIAN RPJMN 2005 -2009 SASARAN RPJMN 2010 -2014 (PERPRES 5 / 2010) § ---- § Meningkatnya UHH MENJADI 72 thn § Angka Kematian Bayi 34 per 1000 KH § Menurunnya Angka Kematian Bayi menjadi 24 per 1000 KH § AKI 228 per 100. 000 KH § Prevalensi gizi kurang 18, 4 % pada anak Balita TARGET MDG’s 2015 8 TUJUAN POVERTY & HUNGER CHILD HEALTH EDUCATION GENDER MATERNAL HEALTH COMM. DISEASE § Menurunnya AKI menjadi 118 per 100. 000 KH § Menurunnya prevalensi gizi-kurang pada anak Balita menjadi 15%. ENVIRONMENT PARTNERSHIP Me AKBa. 2/3 -nya pada tahun 1990 -2015
PENGENDALIAN PNEUMONIA BALITA ANALISIS SITUASI
PENURUNAN ANGKA KEMATIAN BAYI & BALITA AK Bayi-Balita cenderung stagnan dalam paruh waktu kedua (2010 -2014) bagi upaya pencapaian MDG 2015 § Bersamaan dengan Pembangunan Jangka Menengah Tahap kedua (2010 -2014) Kesempatan terakhir bagi percepatan pencapaian MDG secara sistimatis. 7
Penyebab Kematian Bayi 0 -11 bulan Tidak diketahui penyebabnya, 3. 7 % Tetanus, 1. 7 % Meningtis, 4. 5 % Kelainan Kongenital, 5. 7 % Pneumonia, 12. 7 % Masalah Neonatal 46, 2 % Diare, 15 % Masalah neonatal : -Asfiksia -BBLR Sumber : Riskesdas 2007 -Infeksi, dll
Penyebab Kematian Balita 0 -59 bulan Tidak diketahui penyebabnya, 5. 5 % Tetanus, 1. 5 % Meningtis, 5. 1 % Kelainan Kongenital, 4. 9 % Pneumonia, 13. 2 % Masalah Neonatal 36 % Masalah neonatal : -Asfiksia Diare, 17. 2 % Sumber : Riskesdas 2007 -BBLR -Infeksi, dll
KONDISI DI LAPANGAN SECARA NASIONAL: • Dari hasil pemetaan cakupan Pneumonia membuktikan bahwa Pneumonia tersebar di seluruh wilayah Indonesia • Cakupan penemuan Pneumonia Balita selama 10 tahun berkisar antara 19, 65 -35, 9%. • Cakupan penemuan kasus pneumonia dari tahun 2000 sampai tahun 2010 belum pernah mencapai target yang ditetapkan;
CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA BALITA Nasional 2005 - 2010 100 90 86 80 76 70 66 60 50 60 56 46 40 30 27. 65 29. 12 27. 71 26. 26 25. 91 20 19. 65 10 0 2005 2006 cakupan 2007 target cakupan 2008 2009 2010
CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA TAHUN 2010
KONDISI DI LAPANGAN Pengendalian Pneumonia Balita sangat dipengaruhi cakupan penemuan penyakitnya. Beberapa hambatan yang ditemui di DAERAH antara lain : • Tenaga terlatih MTBS/ Tatalaksana Standar ISPA tidak melaksanakan di Puskesmas serta mutasi nakes yang tinggi • Pembiayaan (logistik & operasional) terbatas • Pembinaan (bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi) secara berjenjang masih sangat kurang • Pneumonia Balita merupakan pandemi yang dilupakan/ tidak ada prioritas sedangkan masalah ini merupakan masalah multisektoral diperlukan kemitraan • Gejala Pneumonia Balita sukar dikenali oleh orang awam maupun tenaga kesehatan yang tidak terlatih
PERENCANAAN TERPADU (RESPONSIF) No Peran SDM Fisik Peralatan Operasional 1 Pusat pelatihan standar Standar, pembinaan, mengadakan Pedoman, BOK 2 Propinsi rekrutmen pembinaan Koordinasi teknologi Biaya pelaksanaan koord prop 3 Kabupaten Kota pembinaan biaya pengadaan Pengawasan dan rencana 4 Masyarakat pengawasan
PENGENDALIAN PNEUMONIA BALITA TUJUAN & SASARAN DYAH A. R.
TUJUAN PENGENDALIAN PNEUMONIA BALITA 1. Tercapainya penemuan dan tatalaksana kasus pneumonia balita pada tahun 2010 (60%), 2011 (70%), 2012 (80%), 2013 (90%) dan 2014 (100%). 2. Tersedianya SDM terlatih profesional dalam penatalaksanaan kasus Pneumonia Balita. 3. Tersedianya SDM terlatih profesional dalam manajemen program pengendalian Pneumonia Balita 4. Tersedianya sarana yang mendukung penatalaksanaan kasus pneumonia Balita secara komprehensif 5. Tersedianya gambaran epidemiologi melalui pengembangan surveilans sentinel pneumonia Balita
GAPP: Objectives l To accelerate pneumonia control through scaling up the delivery of interventions of proven benefit in the context of newborn and child survival strategies in countries l To identify and implement a set of priority activities within each area of work in reducing pneumonia mortality l To develop an approach towards monitoring, documenting and evaluating the impact of the action plan 17 | INICHD Oct 2008
Key elements of the action plan l Communication/Advocacy l Implementation l Monitoring and Evaluation l Research and Development: feedback into implementation 18 | INICHD Oct 2008
SASARAN PENGENDALIAN PNEUMONIA BALITA Usia Balita, yaitu bayi (0 -<1 tahun) dan anak Balita (1 -<5 tahun) dengan fokus penanggulangan pada penyakit Pneumonia KEGIATAN PRIORITAS Financial side § Optimalisasi dana Jamkesmas, dekonsentrasi, APBD Prov, APBD Kab/Kota dana hibah lain (GAVI-HSS, LSM internasional) Partnership § Peningkatan kerja sama dengan, LSM, LS (Program Keluarga Harapan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Kredit Usaha Rakyat), organisasi internasional & CSR
KEBIJAKAN PENGENDALIAN ISPA (1) 1. Mengupayakan P 2 ISPA sebagai salah satu Program Prioritas Nasional dari Program Prioritas Ditjen. PP & PL Departemen Kesehatan RI untuk mencapai MDGs 2015 2. Pengendalian penyakit ISPA dilaksanakan sesuai dengan otonomi daerah dan desentralisasi dalam NKRI. 3. Upaya pengendalian kesakitan dan kematian pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dilakukan bekerjasama dengan lintas program yang terkait dengan kesehatan Balita. 4. Penyebarluasan informasi pengendalian penyakit ISPA melalui berbagai media sesuai dengan kondisi sosial dan budaya setempat.
KEBIJAKAN PENGENDALIAN ISPA (2) 5. Logistik pengendalian penyakit ISPA meliputi obat esensial, sound timer, oksigen konsentrator dan lain disediakan oleh Pemerintah baik pusat, propinsi dan kabupaten/kota. 6. Pengendalian penyakit ISPA dilaksanakan melalui jejaring kerjasama kemitraan dengan berbagai pihak 7. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dan akuntabilitas pelaksanaan program melalui peningkatan kemampuan sumber daya manusia, pembinaan/supervisi, sistem pemantauan dan evaluasi program serta sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat.
STRATEGI PENGENDALIAN ISPA (1) • Membangun komitmen politis di setiap tingkat administrasi pemerintahan dengan melaksanakan advokasi dan sosialisasi program P 2 ISPA dalam rangka pencapaian MDGs 2015. • Penguatan jejaring dilaksanakan melalui pertemuan berkala dengan seluruh pemangku kepentingan terkait. • Penemuan kasus dilakukan secara aktif dan pasif sesuai dengan tatalaksana standar pengobatan. • Peningkatan mutu pelayanan melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kelengkapan logistik bekerjasama dengan pemerintah daerah.
STRATEGI PENGENDALIAN ISPA (2) • Peningkatan peran keluarga dan masyarakat dilakukan melalui pemberdayaan kader dan tokoh masyarakat. • Evaluasi program dilaksanakan secara berkala bekerjasama dengan lembaga pengkajian/penelitian guna mendapatkan hasil yang obyektif. • Sistem pelaporan dibangun secara bertahap dengan komputerisasi sehingga keterlambatan laporan dapat dikurangi. • Pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang dan terstandar.
L. I. H. A. T dan D. E. N. G. A. R. K. AN Hidup terlalu singkat……, Mengapa harus enggan menghitung napas. . , Jika banyak jiwa bisa selamat. Selamatkan Balita Indonesia dari Kematian PROGRAM PEGENDALIAN PNEUMONIA BALITA
IRA PADA ANAK Infeksi Respiratori Akut
Mekanisme pertahanan respiratorik • • hidung - filtrasi partikel refleks epiglotis – pencegahan aspirasi refleks batuk – ekspulsi benda asing selimut mukosilier - pembersihan organisme makrofag alveolar – fagositosis bakteri substansi imunologis lokal – netralisasi kuman sistem limfatik – transport partikel dari paru
Definisi • IRA adalah sekelompok penyakit infeksi pada sistem respiratorik, disebabkan oleh berbagai etiologi, berlangsung < 14 hari • sistem respiratori: sistem yang berperan dalam proses respirasi; hidung s/d alveoli dan struktur terkait (sinus, telinga, pleura) • Respirologi: ilmu tentang sistem respiratorik sebagai satu kesatuan
Istilah • Depkes : ISPA, Inf sal pernapasan akut • WHO : ARI, Acute respiratory infection, ³AURI : Acute upper respiratory infection ³ALRI : Acute lower respiratory infection • IKA : IRA, infeksi respiratori akut ³IRAA : Infeksi respiratori atas akut ³IRBA : Infeksi respiratori bawah akut
Pembagian • IRA : atas & bawah (IRAA & IRBA) • batas : laring (Nelson) • IRAA : rinitis, tonsilitis, faringitis, sinusitis, otitis media • IRBA : croup (laringitis dkk), bronkitis, bronkiolitis, pneumonia • etiologi IRAA : >90% virus tidak perlu AB
IRAA • Selesma • Faringitis • Sinusitis • Otitis media IRBA • Croup • Epiglotitis • Bronkiolitis • Pneumonia
Pembagian IRA Sesak (-) IRAA IRBA Sesak (+) IRAA IRBA • Rinitis • Laringitis • Faringitis • Croup • Bronkiolitis • Tonsilitis • Bronkitis • Pneumonia • Sinusitis • Otitis media • Difteria • Epiglotitis
Pneumonia
Anatomi sistem respiratorik • • Saluran respiratori atas : – Hidung – Sinus – Faring - laring Saluran respiratori bawah : – Bronkus – Bronkiolus – Alveolus Saluran respiratori atas dan bawah berhubungan erat karena merupakan 1 unit
The KILLER Over 2 million children die from pneumonia each year. . In children < 5 years pneumonia caused 1 in 5 deaths UNICEF/ WHO, Pneumonia: The Forgotten Killer of Children, September 2006
Pneumonia PEMBUNUH utama balita Masalah pneumonia pada balita di Indonesia • Morbiditas 10 -20 % • Mortalitas 5 / 1000 Kematian krn Pneumonia 50. 000 / tahun 12. 500 / bulan 416 /hari = 1 jumbo jet 17 / jam 1 / 4 menit
Pneumonia • inflamasi parenkim paru (alveoli dan interstisiil) • definisi klinis: penyakit respiratorik ditandai batuk, sesak, demam, ronki, dan infiltrat pada foto Rontgen • istilah lain : – pneumonitis (non-infeksi); – alveolitis (Eropa)
Etiologi Pneumonia • terutama : bakteri dan virus • di negara berkembang: bakteri > virus Shann, 1986: in 7 developing countries, bacterial - 60 % Turner, 1987: in developed countries, bacterial - 19 % ; viral - 39 %
Etiologi • sebagian besar: kuman (virus, bakteri, dll); aspirasi, radiasi, dll • pneumonia kuman : virus atau bakteri ? konsekuensi tata laksana • awal: virus komplikasi bakteri • pola kuman sesuai distribusi umur • terpenting : Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B
Bakteri penyebab • • Streptococcus pneumoniae Hemophilus influenzae Staphylococcus aureus Streptococcus group A – B Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeruginosa Chlamydia spp Mycoplasma pneumoniae
Pembagian jenis pneumonia • Community acquired pneumonia umumnya kuman Gram positif • Hospital acquired pneumonia umumnya kuman Gram negatif
Patogenesis aspirasi kuman penyebaran langsung dari respiratorik atas viremia / bakteremia penyebaran langsung dari infeksi intraabdomen • terbanyak : 2 pertama • •
Manifestasi klinis • tergantung: kuman, usia, status imuno-logis, beratnya penyakit • neonatus bisa tanpa gejala khusus • gejala: umum, pulmonal, pleural, ekstrapulmonal • umum : demam, menggigil, sefalgia, resah, gelisah, gastrointestinal (muntah, kembung, diare)
Manifestasi klinis gejala demam napas cepat batuk muntah tdk mau minum Iritabel letargi tanda demam takipnu dispnu retraksi napas cuping merintih sianosis pemr fisis ronkhi mengi suara n lemah pekak fremitus lemah meningismus pl friction rub
Manifestasi klinis • tanda pulmonal: berguna, tapi pd awitan mungkin belum ada • otot bantu napas: chest indrawing / retraksi • frekuensi napas: indeks paling sensitif, anak tenang / tidur • batuk: pada anak besar, kering produktif, • suara napas , ronkhi basah halus (bayi - ) • klinis : sulit membedakan bakteri / virus
Manifestasi klinis sederhana (WHO) Napas cepat (tachypnea) batas frekuensi napas Umur frekuensi nps < 2 bulan 60 2 - 12 bulan 50 1 - 5 tahun 40 Chest Indrawing (tarikan dinding dada ke dalam)
Pemeriksaan penunjang • Rontgen toraks: – menunjang diagnosis, – menilai luasnya kelainan patologi – Mencari kemungkinan komplikasi • • foto : AP, kadang + lateral pneumatokel Staphylococcus aureus normal dalam 3 -4 minggu tidak rutin diulang; kecuali pneumatokel, pneumotoraks / komplikasi lain
Pemeriksaan penunjang • • Analisis gas darah lekositosis (>15. 000/ul) lazim dijumpai dominasi netrofil, pergeseran ke kiri bakteri trombosit >500. 000/ul bakteri trombopeni virus LED dan CRP tidak khas biakan darah: spesifik, namun hanya 10 -15% yang (+)
Diagnosis • terbaik: etiologik, dengan pemeriksaan mikrobiologi • kendala: – teknis: spesimen representatif – Biaya: mahal • dasar diagnosis: klinis + penunjang lain • masalah : virus atau bakteri ?
ISPA - MTBS • Tujuan: deteksi pneumonia, sehingga tidak ada yang luput • Gejala awal kecurigaan: BATUK, biasanya disertai tanda infeksi berupa demam • Klasifikasi: (bukan diagnosis) – Bukan pneumonia – Pneumonia ringan – Pneumonia berat • Fokus utama pada pneumonia berat yang potensi mortalitasnya tinggi WHO, Buku saku Pelayanan Kesehatan di RS, 2006
Hub diagnosis klinis - klasifikasi ISPA Diagnosis klinis Pneumonia berat • tanpa hipoksemia • dengan komplikasi Pneumonia ringan Infeksi respiratori atas Klasifikasi ISPA Pneumonia berat hingga Pneumonia sangat berat Pneumonia Bukan pneumonia WHO, Buku saku Pelayanan Kesehatan di RS, 2006
Pneumonia berat Batuk &/ kesulitan bernapas, disertai >1 hal: • Kepala terangguk-angguk • Napas cuping hidung • Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) Tanda lain: • Napas cepat • Merintih (grunting) pada bayi • Auskultasi: ronki / suara napas turun / bronkial WHO, Buku saku Pelayanan Kesehatan di RS, 2006
Pneumonia sangat berat Selain gejala pneumonia berat, dijumpai: • Bayi tidak dapat menyusu, makan/minum; atau memuntahkan semuanya • Kejang, letargis, atau tidak sadar • Sianosis • Sesak sangat berat WHO, Buku saku Pelayanan Kesehatan di RS, 2006
Tatalaksana • Community acquired pneumonia > rawat rumah adekuat • rawat inap: sesak nyata, bayi < 3 bulan • terapi penunjang & etiologik – Penunjang: oksigen, cairan, makanan – terapi etiologik : antibiotik • deteksi dan tatalaksana komplikasi
Tatalaksana • ideal : sesuai dengan kuman penyebab • kendala diagnostik, viral ~ bakterial, inf bakteri sekunder antibiotik untuk semua pneumonia • antibiotik : 5 -10 hari, bisa 14 hari • sampai 2 -3 hari bebas demam
Vaksin pneumokok
Faktor risiko pneumonia Berat lahir rendah Malnutrisi Tanpa ASI Defisiensi vit A Imunisasi tdk lengkap PNEUMONIA Usia muda Kepadatan High prevalence pathogen carrier Pajanan dgn polusi dalam / luar rumah Asap rokok, asap biomass, polusi kendaraan, pabrik Cuaca dingin
Streptococcus pneumoniae in pleural exudate (Gram stain) Copyright © 2006 American Academy of Pediatrics
History • L Pasteur (1822 -1895) & colleagues – the first notion, the bacteria is important human pathogen • 1886 - Fraenkel– pneumococci – tendency to cause pneumonia • 1920 - Society of American Bacteriologist Diplococcus pneumoniae • 1974 - form chain in liquid media – Streptococcus pneumoniae Pediatric Respiratory Medicine, 2 nded, 2008
Colonization • Nasopharyngeal carriages - most healthy persons carry various S. pneumoniae in their upper respiratory tract - carrier • 6 mo – 5 yr of age >90% - at some point • Peak 1 st – 2 nd year of life, decline gradually • Does not consistently induce local / systemic immunity sufficient to prevent later reacquisition of the same serotype Nelson textbook of Pediatrics, 18 thed, 2007
Transmissions Fedson, Musher, in Vaccines, 1994 Musher, in Principles and Practice of Infectious Diseases, 1995
Immunology • Capsular polysaccharides impedes phagocytocis – determined the virulence - 90 serotypes • IPD isolates used to study the distribution of serotypes causing the most severe forms of PD • 4 decades: 4, 6 B, 9 V, 14, 18 C, 19 F, 23 F – the majority of invasive isolates, in children in developed countries • 6 B, 9 V, 14, 19 F – resistant to penicillin • Capsule switching – resistance mechanism Nelson textbook of Pediatrics, 18 thed, 2007
Pathogenesis Salyers, Whitt, in Bacterial Pathogenesis, 1994
Clinical presentation Direct extension • Otitis media • Mastoiditis • Sinusitis • Laryngotracheobronchitis • Pneumonia • Empyema Bloodstream • Occult bacteremia • Sepsis • Meningitis • Pneumonia • Pericarditis • Peritonitis • Osteomyelitis, etc Nelson textbook of Pediatrics, 18 thed, 2007
High risk group Rates of infection are highest in: • Infants • Young children, below five years • Elderly Redbook online, 2006
Burden of Pneumococcal Disease • CDC, Prevention of pneumococcal disease, recommendation of the ACIP , MMWR 1997: 46 ( No RR-8 ) • The Pink Book ( 8 th Ed) www. cdc. gov/nip/publications/pink/#download
• Serious Pneumococcal Disease: Overview Up to 1 million child deaths each year. Survivors of meningitis are often left with life-long disabilities 1 • Common The No. 1 cause of vaccine-preventable mortality 1 • Preventable Need for modified vaccine formulations 2 for global coverage WHO, Immunization data fact sheet, 2004; 2. WHO Wkl Epi Report 2008; 83(1) - Target profile new PCVs
Sejarah vaksin pneumokok • 1977 14 -valent pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV-14) licensed • 1983 23 -valent pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV-23) licensed – Pneumo-23 • 2000 7 -valent pneumococcal conjugate vaccine (PCV-7) licensed - Prevenar • 20 xx? 10 -valent pneumococcal conjugate vaccine (PCV-10) licensed - …. . ? ? ? • 20 xx? 13 -valent pneumococcal conjugate vaccine (PCV-13) licensed?
Pneumococcal polysaccharide vaccine - PPV • Purified capsular polysaccharide antigen from 23 types of pneumococcus • Account for 88% of bacteremic pneumococcal disease • Cross-react with types causing additional 8% of disease
Pneumococcal polysaccharide vaccine - PPV • Purified pneumococcal polysaccharide (23 types) • Not effective in children younger than 2 years • 60%-70% against invasive disease • Less effective in preventing pneumococcal pneumonia
PPV recommendations • Adults 65 years of age or older • Persons 2 years or older with – chronic illness – anatomic or functional asplenia – immunocompromised (disease, chemotherapy, steroids) – HIV infection – environments or settings with increased risk MMWR 1997; 46(RR-8): 1 -24
Pneumococcal conjugate vaccine - PCV • Pneumococcal polysaccharide conjugated to nontoxic diphtheria toxin (7 serotypes) • Vaccine serotypes account for 86% of bacteremia and 83% of meningitis among children younger than 6 years of age
Pneumococcal conjugate vaccine - PCV • Highly immunogenic in infants and young children, including those with high-risk medical conditions • 97% effective against invasive disease caused by vaccine serotypes • 73% effective against pneumonia • 7% reduction in all episodes of acute otitis media
PCV recommendations • All children younger than 24 months of age • Unvaccinated children 24 -59 months with a highrisk medical condition MMWR 2000; 49(RR-9): 1 -35
PCV recommendations Doses at 2, 4, 6, months of age Booster dose at 12 -15 months of age First dose as early as 6 weeks Minimum interval of 4 weeks between first 3 doses • At least 8 weeks between dose 3 and dose 4 • Unvaccinated children >7 months of age require fewer doses • • MMWR 2000; 49(RR-9): 1 -35
IPD by age & year-children <5 years, 1998 -2003* Age group 1 yr <1 yr 2 yrs 3 yrs 4 yrs Year *2003 data are preliminary. Source: Active Bacterial Core Surveillance/EIP Network
Effect of infant PCV 7 vaccination • Children <2 years: 94% reduction of invasive PCV 7 disease in 5 years • Oldman >65 years: 75% reduction of pneumococcal disease due to a heard effect • Antibiotic resistant strain have decreased • Reduced ethnic disparity in disease risk • Increase in non PCV 7 serotypes has caused concern
PENANGGULANGAN PANDEMI INFLUENZA LATAR BELAKANG
PENYAKIT ISPA SEBAGAI KEDARURATAN KESEHATAN YANG MERESAHKAN DUNIA (PHEIC-PUBLIC HEALTH EMERGENCY INTERNATIONAL CONCERN) TAHUN ISPA-PHEIC 1918 FLU SPANYOL (A H 1 N 1)-KEMATIAN 40 -50 JUTA JIWA 1957 FLU ASIA (A H 2 N 2)- KEMATIAN 4 -5 JUTA JIWA 1968 FLU HONGKONG (A H 3 N 2)-KEMATIAN SATU JUTA JIWA 2003 SARS-SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME 2005 -SEKARANG FLU BURUNG H 5 N 1 2009 PANDEMI INFLUENZA A BARU H 1 N 1 -DERAJAT KEPARAHAN SEDANG PANDEMI INFLUENZA JARANG TERJADI TETAPI CENDERUNG BERULANG
PENANGGULANGAN PANDEMI INFLUENZA ANALISIS SITUASI
ESTIMASI KASUS DI INDONESIA (Perkiraan jumlah penduduk 220. 000) > 2% = >1. 320. 000
Kasus Harian PANDEMI: Dengan & Tanpa Kesiagaan DEKOMPRESI BEBAN PUNCAK TANPA INTERVENSI KASUS RENDAH DAMPAK BURUK KURANG DENGAN INTERVENSI “Waktu” mulai kasus pertama Iwan MM
PENANGGULANGAN PANDEMI INFLUENZA TUJUAN & SASARAN DYAH A. R.
TUJUAN UPAYA PENANGGULANGAN PANDEMI INFLUENZA • Tersusunnya Rencana Kontijensi Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza di seluruh propinsi dan kabupaten/kota sampai dengan akhir tahun 2014. • Tersedianya pedoman Respons Nasional Penanggulangan Pandemi Influenza di seluruh propinsi dan kabupaten/kota sampai dengan akhir tahun 2014. DYAH A. R.
SASARAN UPAYA PENANGGULANGAN PANDEMI INFLUENZA • Pengambil keputusan di pemerintah pusat, daerah propinsi dan kabupaten/kota • Petugas sektor terkait di institusi pusat, propinsi dan kabupaten/kota DYAH A. R.
Kewaspadaan Kasus Influenza A (H 7 N 9) dan Novel Corona Virus
Kewaspadaan Kasus Influenza A H 7 N 9
INFLUENZA TYPE A (H 7 N 9) • Telah terjadi wabah virus Avian Influenza sub tipe influenza A H 7 N 9 yang sifatnya zoonosis di China, meskipun sifatnya low pathogen pada unggas. • Data WHO sampai dengan 29 Mei 2013 wabah tersebut telah menyebabkan 132 orang terinfeksi dengan kematian 37 orang (CFR 28%) • Virus flu burung H 7 N 9 selama ini tidak pernah menginfeksi manusia dan mamalia, eksklusif hanya menginfeksi unggas. Penjelasan yang mungkin mengapa sekarang virus flu burung H 7 N 9 menginfeksi manusia atau mamalia adalah terjadinya mutasi yang mungkin terjadi saat migrasi musim semi unggas air di sekitar Danau Qinghai.
SITUASI TERKINI KASUS AI (H 7 N 9) PADA MANUSIA(2) PER 17 MEI 2013 sumber. WHO • Virus ini ditemukan pada unggas di pasar unggas hidup Shanghai – belum diketahui dengan pasti bagaimana cara virus ini menginfeksi manusia (mode of transmission) manusia. • Genetik virus pada manusia sama dengan genetik virus pada unggas.
INFLUENZA TYPE A (H 7 N 9) • Sebaran kasus berasal dari 8 Provinsi dan 2 Kota di China serta 1 kasus berasal dari Taipei, Taiwan ; Anhui (4 kss), Fujian (6 kss), Zhejiang (46 kss), Shandong (2 kss), Jiangxi (5 kss), Henan (4 kss), Jiangzu (26 kss), Hunan (2 kss), Beijing City (2 kss), Shanghai City (34 kss) dan Taipei, Taiwan (1 kss) • Dari manusia yang tertular virus H 7 N 9 di China terdapat 2 cluster keluarga. • Hasil uji puluhan kontak erat kasus H 7 N 9 pada manusia oleh Otoritas Kesehatan Shanghai mendapatkan bahwa tidak ada satu pun yang positif terinfeksi. Dengan demikian, tidak terbukti adanya penularan antar manusia.
INFLUENZA TYPE A (H 7 N 9) • Virus Influenza A (H 7 N 9) tersebut kemungkinan dapat berasal dari unggas karena telah ditemukan unggas yang positif virus Influenza A (H 7 N 9) yakni pada burung dara yang mati di pasar Shanghai, kemudian menyusul pada burung puyuh di pasar unggas Huangzhou serta ayam dengan tanda subklinis • Penyakit ini diklasifikasikan dalam Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI), yang berbeda dengan virus Influenza A (H 5 N 1) yang tergolong Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI)
INFLUENZA TYPE A (H 7 N 9) • Menteri Pertanian telah meterbitkan Peraturan Pertanian No. 44/Permentan/OT. 140/4/2013 tanggal 10 April 2013 tentang Penghentian Pemasukan Unggas dan/atau Produk Unggas dari Negara Cina ke Indonesia • Memperhatikan sifat virus AI H 7 N 9 dan virus AI lainnya yang masih akan terus mengalami mutasi antigenik dan genetik • Peran dan koordinasi Balai Besar Penelitian Veteriner dengan instansi terkait lainnya untuk melaksanakan berbagai penelitian monitoring dinamika guna meningkatkan kewaspadaan dini dan kesiagaan darurat terhadap risiko penyebaran virus H 7 N 9 tersebut pada unggas di Indonesia
Gejala klinis H 7 N 9 Gejala utama H 7 N 9 : v Pnemoni berat, v demam, v batuk, v sesak napas, v Riwayat dari daerah terjangkit
Analisis Kasus Influenza A (H 7 N 9)
CASE • Clinical features of the 4 case-patients. All case-patients were 58 - to 73 -year-old married men, farmers or retirees, and longterm residents of Shanghai (Fengxian, Baoshan, Songjiang, and Pudong districts, respectively). Case-patient 1 had a history of coronary heart disease and hepatic schistosomiasis; case-patient 2 had no history of chronic disease; case-patient 3 had a history of hypertension and gout; and case-patient 4 had a history of hypertension and repetitive cough for >10 years during spring and autumn. • Case-patient 1 raised chickens at home. Case-patients 2– 4 had no clear history of close contact with poultry; however, each had visited various farmers’ markets that sold live poultry. None of the patients raised pigeons or live in or near a heavily pigeon-infested area.
• Before being transferred to SHPHCC on April 6, 2013 (patients 1 and 2) and April 7, 2013 (patients 3 and 4), the 4 patients had been treated in local hospitals; infection with influenza A(H 7 N 9) virus had been confirmed by real-time reverse transcription PCR of nasopharyngeal swab samples before transfer. The case-patients had cough and fever and had been expectorating sputum for ≈6– 7 days before admittance to SHPHCC. In addition, all had experienced cold-like symptoms and fatigue before influenza-like symptoms developed. Casepatient 4 had cough and fever for 18 and 10 days, respectively, before being transferred to SHPHCC; his case was the most serious of the 4, and the disease progressed rapidly after he was transferred to SHPHCC.
Perbedaan antara Avian Influenza A(H 7 N 9) dan Novel Corona virus INFLUENZA A(H 7 N 9) • • • Kasus ditemukan pd musim semi 2013 131 kasus, 36 meninggal Di China Klaster kecil penularan dari orang ke orang belum dapat disingkirkan. Tersedia Neuraminidase Inhibitor Pengembangan vaksin dalam proses tetapi belum diputuskan diproduksi. NOVEL CORONA VIRUS • • • Kasus ditemukan pd musim semi 2012 41 kasus, 20 meninggal Arab Saudi. Jordania, Qatar, Uni Emirat Arab, Inggris, Perancis dan German Beberapa klaster menunjukkan penularan terbatas dari manusia ke manusia dan tidak berkelanjutan. Perawatan umum, tetapi tak ada obat spesifik dan tak ada vaksin
Persamaan antara Avian Influenza A (H 7 N 9) dan Novel Corona virus Keduanya alamiah pada hewan Kasus sporadis dan terdapat klaster Tak terjadi KLB yang meluas di masyarakat. Terbanyak Penyakit Saluran Pernafasan Berat/ISPA Berat dan Fatal • Terbanyak menyerang lelaki kelompok umur sama atau lebih 50 tahun • •
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN 1. Membuat Surat Edaran Kewaspadaan Dirjen PP dan PL mengenai kewaspadaan kasus Influenza A (H 7 N 9) kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Rumah Sakit, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan di seluruh Indonesia dengan melakukan langkah 2 sbb: a. Melakukan pengamatan ketat dan respon dini terhadap kasus Influenza Like Illness dan Severe Acute Respiratory b. Melakukan tindak lanjut pengambilan dan pengiriman spesimen pada kesempatan pertama pada setiap kasus suspek Flu Burung yang ditemukan dan memberikan pertolongan/pengobatan dan atau rujukan secepatnya.
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN c. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas untuk segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan bila ada keluarga atau tetangga yang sakit dengan gejala seperti demam, batuk/pilek, dan sesak napas, namun tidak perlu menimbulkan kepanikan bagi masyarakat. d. Melaporkan kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI bila menemukan kasus dengan gejala seperti pada kasus Flu burung melalui sarana Posko KLB: – Telepon 021 - 4257125 atau 021 -36840901 – SMS 021 -36840901 – Surel poskoklb@yahoo. com
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN 2. Surat Dirjen PP dan PL kepada Dirjen BUK, mengenai kesiapsiagaan penyakit influenza (H 7 N 9). 3. Pemasangan Banner mengenai kesiapsiagaan H 7 N 9 di seluruh pintu masuk negara 4. Berkoordinasi dengan Pusat BTDK, Litbangkes dan CDC terkait kesiapan pemeriksaan Laboratorium. 5. Koordinasi dengan WHO Jakarta dan WHO Geneva utk update situasi. 6. Penguatan koordinasi lintas sektor terkait, bersamaan dengan pertemuan 4 Way Linking Human-Animal interface Epidemiologi - Laboratorium)
Rekomendasi WHO 1. Jika pada pemeriksaan laboratorium PCR ditemukan virus influenza A unsubtypable (negatif H 1, H 3 dan H 5), harus segera dikirim ke WHO Collaborating Centre untuk analisis lebih lanjut 2. Kasus influenza A unsubtypable harus dilaporkan ke WHO melalui National Focal Point International Health Regulations (IHR) 2005 3. Strategi pengamatan/surveilans terhadap kasus H 7 N 9 sama seperti yang dilakukan terhadap kasus H 5 N 1
Rekomendasi WHO (2) 4. Perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya influenza pada pasien dengan penyakit pernafasan akut yang parah 5. Standar/pedoman pengendalian infeksi dan Pelacakan kontak (contact tracing) 6. Perlu ditingkatkan pengamatan kasus pada pasien Severe Acut Respiratory Infection (SARI) dan terhadap petugas kesehatan/perawat yang merawat pasien SARI 7. WHO tidak menyarankan dilakukan skrining khusus di pintu masuk (bandara, pelabuhan) dan tidak merekomendasikan untuk melakukan pembatasan perjalanan atau perdagangan
KEWASPADAAN & KESIAPSIAGAAN DI PINTU MASUK NEGARA Ø Pengamatan orang (kru dan penumpang) dengan gejala demam, batuk, kesulitan bernapas, terutama dari negara terjangkit Ø Pemantauan perkembangan kasus Ø Penguatan surveilans berbasis kejadian Ø Persiapan Logistik : Health Alert Card (HAC), Alat Pelindung Diri (APD), obat (Oseltamivir), Disinfektan Ø Rumah Sakit rujukan Ø Penguatan jejaring kerja Ø Diseminasi informasi ( lintas sektor, masyarakat) Ø Promosi kesehatan Ø Penggunaan masker bagi orang yang sakit (agar tidak menular ke yang sehat)
Genetic Evolution of H 7 N 9 Virus in China This diagram depicts the origins of the H 7 N 9 virus from China and shows how the virus's genes came from other influenza viruses in birds
Electron Micrograph Images of H 7 N 9 Virus from China H 7 N 9 infections in people and poultry in China Sporadic infections in humans; many with poultry exposure No sustained or community transmission Investigation ongoing
Kewaspadaan novel Corona Virus
NOVEL CORONA VIRUS • Terdapat peningkatan kasus novel Corona virus yang dilaporkan ke WHO dari berbagai negara. Terhitung sejak September 2012 sampai dengan tanggal 14 Juni 2013 jumlah total kasus sebanyak 61, dengan 34 kematian (CFR 57%). • Rincian kasus berasal dari negara; Saudi Arabia, Jordania, Qatar, United Kingdom, Uni Emirat Arab, Perancis, Jerman, Tunisia, dan Italia. • Terdapat 3 klaster yang dilaporkan ; 2 klaster dari Saudi Arabia, 1 Klaster dari Jordania, dan 1 klaster dari Tunisia. • Hal ini menunjukkan kemungkinan penularan dari manusia ke manusia atau alternatif lain karena terpapar dari sumber yang sama.
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN 1. Membuat Surat Edaran Kewaspadaan Dirjen PP dan PL mengenai kewaspadaan kasus Novel Corona Virus kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Rumah Sakit Vertikal, dan Kantor Kesehatan Pelabuhan, di seluruh Indonesia dengan melakukan langkah 2 sbb: a. Meningkatkan surveilans terhadap kasus Severe Acut Respiratory Infection (SARI) yang mungkin ditemukan di masyarakat khususnya pada kasus klaster (cluster).
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN d. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas khususnya bagi jemaah umrah untuk selalu menjaga kesehatannya dan segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan bila ada keluarga atau tetangga yang sakit dengan gejala seperti tersebut di atas, serta selalu melaksanakan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), namun tidak perlu menimbulkan kepanikan bagi masyarakat. e. Agar Segera melaporkan kepada Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI bila menemukan kasus dengan gejala seperti tersebut diatas melalui sarana POSKO KLB: Ø Ø Ø Telepon 021 -4257125 atau 021 -36840901 SMS 021 -36840901 Email : poskoklb@yahoo. com
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN 2. Surat Edaran Dirjen PP dan PL Kepada Dinas Kesehatan Provinsi mengenai Kewaspadaan Novel Corona Virus bagi Jemaah Umrah, agar memberikan informasi dan penyuluhan seputar n. Co. V dan pencegahan umum kepada calon jemaah umrah berupa : a. Agar selalu menjaga kesehatan dengan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), antara lain: – Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir – Menutup hidung dan mulut dengan sapu tangan atau lengan baju bagian dalam bila batuk atau bersin.
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN b. Segera mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan bila ada jemaah umroh dengan gejala demam, batuk, dan kesulitan bernapas (sesak, napas pendek). c. Segera melaporkan bila menemukan jemaah umroh dengan gejala sakit di atas kepada POSKO KLB Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI: –Telepon : +6221 -4257125 atau +6221 -36840901 –SMS : +622136840901
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN 3. Surat Dirjen PP dan PL kepada Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP 2 TKI) agar memberikan informasi dan penyuluhan seputar n. Co. V dan pencegahan umum kepada TKI berupa a. Agar selalu menjaga kesehatan dengan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dengan menjaga kesehatan, istirahat yang cukup, makanan bergizi dan jangan merokok.
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN b. Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir sebelum, selama dan sesudah menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah menggunakan toilet, menangani hewan/bangkai hewan, saat tangan kotor dan setelah mengunjungi orang sakit; c. Menutup hidung dan mulut dengan masker, tisue/sapu tangan atau lengan baju bila batuk atau bersin. Buang tisue yang telah terpakai di tempat sampah tertutup; d. Segera mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan bila mengalami sakit dengan gejala demam, batuk, dan kesulitan bernapas (sesak, napas pendek).
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN 4. Berkoordinasi dengan Pusat BTDK, Litbangkes dan CDC terkait kesiapan pemeriksaan Laboratorium. 5. Koordinasi dengan WHO Jakarta dan WHO Geneva utk update situasi.
Rekomendasi WHO 1. Perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya novel corona virus pada pasien dengan penyakit pernafasan akut yang parah 2. Perlu ditingkatkan pengamatan kasus pada pasien Severe Acut Respiratory Infection (SARI) dan terhadap petugas kesehatan/perawat yang merawat pasien SARI 3. Standar/pedoman pengendalian infeksi dan Pelacakan kontak (contact tracing)
Rekomendasi WHO 4. Upaya identifikasi sumber virus, pajanan, dan cara transmisi harus dilakukan secara multisektor dan melibatkan veteriner, otoritas keamanan pangan, kesehatan lingkungan, selain otoritas kesehatan masyarakat. 5. Kasus konfirmasi dan probable dilaporkan dalam waktu 24 jam setelah klasifikasi ditetapkan kepada WHO, melalui National Focal Point International Health Regulations (IHR) 2005
KEWASPADAAN & KESIAPSIAGAAN DI PINTU MASUK NEGARA ØPengamatan orang (kru dan penumpang) dengan gejala demam, batuk, kesulitan bernapas, terutama bagi jemaah Umrah atau negara terjangkit ØPemantauan perkembangan kasus ØPenguatan surveilans berbasis kejadian ØPersiapan Logistik : Health Alert Card (HAC), Alat Pelindung Diri (APD), dan obat-obatan ØRumah Sakit rujukan ØPenguatan jejaring kerja ØDiseminasi informasi ( lintas sektor, masyarakat) ØPromosi kesehatan
Selalu Waspada !
Detect Respon !
CORDINATION !!!
INFO PENTING • POSKO KLB: 021 - 4257125 / 02136840901 (Telp/SMS) • Email : poskoklb@yahoo. com • SMS Gateway: 085 7645 99996 / 085 7645 99997 • Homepage Kementerian Kesehatan RI : www. depkes. go. id • Homepage Ditjen PP dan PL : www. pppl. depkes. go. id • Info Penyakit Menular Lokal :
139
4b3158cd8b812b79b4df61313e227a94.ppt