Скачать презентацию 2 -1 MATERI KUP PPh PPN dan PPn Скачать презентацию 2 -1 MATERI KUP PPh PPN dan PPn

e9aa207a459df246b396fbfb2ca276e2.ppt

  • Количество слайдов: 199

2 -1 MATERI KUP, PPh, PPN dan PPn BM, YOGYAKARTA-2006 2 -1 MATERI KUP, PPh, PPN dan PPn BM, YOGYAKARTA-2006

2 -3 2 -3

PPh 21 . . ? ? ? . . PPh 22 PPh 23 PAJAK PPh 21 . . ? ? ? . . PPh 22 PPh 23 PAJAK PENGHASILAN PPh 24 PPh 25 PPh 26 PPh Final

KEWAJIBAN PAJAK (UMUM) Suplier Barang Suplier Jasa Kreditur Persero Pembelian Barang PPN & PPh KEWAJIBAN PAJAK (UMUM) Suplier Barang Suplier Jasa Kreditur Persero Pembelian Barang PPN & PPh 22 Penjualan Brg & Jasa Pengadaan Jasa PPN, PPh 21, 23, 26, 4(2) Bunga Pinjaman Wajib Pajak PPN, PPn. BM Customer PPh 23, 4(2) PPh 23, 26 Deviden/Bagian laba PPh 23, 26 PPh 21 PPh 26 Gaji, dll. PPN KMS Membangun sendiri bangunan Pegawai Menjual aktiva tetap

AGAR KEWAJIBAN PAJAK BISA DILAKUKAN … NOMOR POKOK WAJIB PAJAK PENGUSAHA KENA PAJAK AGAR KEWAJIBAN PAJAK BISA DILAKUKAN … NOMOR POKOK WAJIB PAJAK PENGUSAHA KENA PAJAK

NPWP / PKP • • • FUNGSI tanda pengenal diri atau identitas WP; dalam NPWP / PKP • • • FUNGSI tanda pengenal diri atau identitas WP; dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan; ketertiban pembayaran pajak & pengawasan administrasi perpajakan. (juga untuk mendapatkan pelayanan dari Instansi tertentu)

KAPAN ADA KEWAJIBAN PAJAK ? ? KAPAN ADA KEWAJIBAN PAJAK ? ?

NPWP KEWAJIBAN Terhadap diri sendiri Terhadap pihak lain Laba/Kinerja Bersih Transaksi/Obyek Pembayaran Tertentu Pembayaran NPWP KEWAJIBAN Terhadap diri sendiri Terhadap pihak lain Laba/Kinerja Bersih Transaksi/Obyek Pembayaran Tertentu Pembayaran imbalan sehubungan dg pekerjaan, jasa, jabatan/kegiatan OP • Kegiatan impor • Penjualan produk tertentu • Penjualan barang pd Pemerintah & Badan tertentu • Deviden, Bunga, Royalti, Hadiah, & Penghargaan • Jasa & Imbalan selain yg dipotong PPh 21 • Sewa Harta Bergerak (selain Tanah/Bangunan) Pembayaran Jenis Penghasilan Tertentu sesuai Pasal 4 ayat (2) UU No. 17/2000: • Bunga/Tabungan Deposito • Penjualan saham di bursa efek, dll Penyerahan Barang/Jasa PPh 25/29 PPh 21/26 PPh 22 PPh 23/26 PPh 4 (2) PPN

NPWP KEWAJIBAN PPh 25/29 Wajib Ada Pegawai PPh 21/26 PPh 23/26 PPh 22 PPh NPWP KEWAJIBAN PPh 25/29 Wajib Ada Pegawai PPh 21/26 PPh 23/26 PPh 22 PPh 4 (2) PPN Orang Pribadi Tdk Ada Pegawai Wajib Tak Wajib Badan Wajib Ada Transaksi Obyek Wajib Tdk Ada Transaksi Obyek Tak Wajib Omzet per thn > 600 juta Omzet per thn < 600 juta Wajib Boleh Pilih Wajib Tak Wajib

BADAN 1. 2. Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha BADAN 1. 2. Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak: Badan Hukum (ada pengesahan notaris) PT, CV, Koperasi, Yayasan, Kongsi, Parpol, Ormas, dll. Badan lainnya (tanpa ada pengesahan) bentuk kerjasama 2 atau lebih orang untuk membuat usaha/kegiatan

Kewajiban NPWP Orang Pribadi ? ? ? Kewajiban NPWP Orang Pribadi ? ? ?

SUMBER PENGHASILAN n n USAHA : sablon, salon, ternak, kontraktor, dll. PEKERJAAN BEBAS (penghasilan SUMBER PENGHASILAN n n USAHA : sablon, salon, ternak, kontraktor, dll. PEKERJAAN BEBAS (penghasilan dari keahlian khusus yang tidak terikat hub. kerja): dokter, akuntan, notaris, pengacara, arsitek, dll. PEKERJAAN : karyawan, buruh LAINNYA (BARANG MODAL DAN KEGIATAN): sewa, bunga, deviden, hadiah, royalti

KEWAJIBAN NPWP ORANG PRIBADI MENJALANKAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS TIDAK MELIHAT UNTUNG / RUGI WAJIB ORANG KEWAJIBAN NPWP ORANG PRIBADI MENJALANKAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS TIDAK MELIHAT UNTUNG / RUGI WAJIB ORANG PRIBADI TIDAK MENJALANKAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS PENGHASILAN MELEBIHI PTKP PENGHASILAN TAK MELEBIHI PTKP TIDAK WAJIB

PTKP (penghasilan tidak kena pajak) Uraian • WP sendiri • Status Kawin • Istri PTKP (penghasilan tidak kena pajak) Uraian • WP sendiri • Status Kawin • Istri penghasilan digabung (istri bekerja) • Tanggungan (max. 3 orang), @ setahun sebulan 12. 000 1. 200. 000 1. 000 100. 000

DIMANA MENDAFTAR ? ? ? ORANG PRIBADI BADAN KPP yang mewilayahi: TEMPAT TINGGAL/ DOMISILI DIMANA MENDAFTAR ? ? ? ORANG PRIBADI BADAN KPP yang mewilayahi: TEMPAT TINGGAL/ DOMISILI sesuai KTP TEMPAT KEDUDUKAN/ PENDIRIAN TEMPAT USAHA/ CABANG

CONTOH KEPEMILIKAN NPWP WAJIB PAJAK BADAN PT Matahari Putra Prima, sebuah usaha retail kebutuhan CONTOH KEPEMILIKAN NPWP WAJIB PAJAK BADAN PT Matahari Putra Prima, sebuah usaha retail kebutuhan sehari-hari, didirikan dan berkedudukan di Jln. Petai 12, Menteng. Ia memiliki cabang di 100 kota di seluruh Indonesia. Di Yogyakarta, ia memiliki cabang di Jl. Gejayan 100, Sleman, Jl. Wonosari KM 2 Gunungkidul, dan di Jl. Malioboro 10, Yogyakarta. NPWP PUSAT : 01. 234. 567. 8 -025. 000 NPWP SLEMAN : 01. 234. 567. 8 -542. 001 NPWP G. KIDUL : 01. 234. 567. 8 -542. 002 NPWP YOGYA : 01. 234. 567. 8 -541. 001

NPWP WAJIB PAJAK pembuatan bola sepak. Ia tinggal di ORANG Tn. Hendro Kartiko memiliki NPWP WAJIB PAJAK pembuatan bola sepak. Ia tinggal di ORANG Tn. Hendro Kartiko memiliki usaha PRIBADI di rumahnya, produksi bola juga dilakukan di Ngaglik, Sleman. Selain Banguntirto, Bantul. Untuk pemasaran ia memiliki outlet di Mall Pondok Cabe Jakarta. . NPWP PUSAT : 08. 123. 456. 7 -542. 000 NPWP BANTUL : 08. 123. 456. 7 -541. 001 NPWP P. CABE : 08. 123. 456. 7 -035. 001

NPWP WAJIBmemiliki usaha pembuatan kaos bola sepak. Ia tinggal di PAJAK ORANG Tn. Kurniawan NPWP WAJIBmemiliki usaha pembuatan kaos bola sepak. Ia tinggal di PAJAK ORANG Tn. Kurniawan PRIBADI hanya dilakukan di rumahnya. Istrinya, Ny. Ngaglik, Sleman. Produksi Eni bekerja sebagai karyawan BCA di Jl. Mangkubumi, Ngayogjokarto… NPWP SUAMI : 08. 123. 456. 7 -542. 000 NPWP ISTRI : 08. 123. 456. 7 -542. 001

Konsekuensi Kepemilikan NPWP 1 Januari 2005 NPWP terdaftar Seluruh kewajiban Pajak harus dipenuhi Kewajiban Konsekuensi Kepemilikan NPWP 1 Januari 2005 NPWP terdaftar Seluruh kewajiban Pajak harus dipenuhi Kewajiban kepada diri sendiri: • menghitung • menyetor • melaporkan Kewajiban kepada pihak laini: • menghitung • memotong • menyetor • melaporkan

KEWAJIBAN KEPADA DIRI SENDIRI n n PPh Pasal 25 : Pembayaran pajak atas penghasilan KEWAJIBAN KEPADA DIRI SENDIRI n n PPh Pasal 25 : Pembayaran pajak atas penghasilan yang diterima/diperoleh – dibayar setiap bulan PPh Pasal 29 : idem – dibayar pada akhir tahun jika ada kekurangan pajak PPh Pasal 4 ayat (2) : Pembayaran pajak atas transaksi tertentu yang ditetapkan tersendiri sesuai UU, seperti Pengalihan Tanah/Bangunan Pembayaran Fiskal Luar Negeri setiap bertolak ke LN

KEWAJIBAN KEPADA PIHAK LAIN n n n PPh Pasal 21 : pajak atas penghasilan KEWAJIBAN KEPADA PIHAK LAIN n n n PPh Pasal 21 : pajak atas penghasilan yang diperoleh pihak lain (OP) atas pekerjaan, jasa, jabatan, kegiatan yang dilakukan – setiap bulan PPh Pasal 22 : pajak yang dipungut oleh bendahara pemerintah dan badan tertentu sesuai UU atas transaksi yang dilakukan PPh Pasal 23: pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalty, sewa, jasa & imbalan tertentu yang diterima Subyek Pajak Dlm Negeri PPh Pasal 4 ayat (2) : pajak atas transaksi tertentu yang ditetapkan tersendiri sesuai UU PPh Pasal 26 : pajak atas penghasilan spt obyek PPh 23 dan penghasilan lain sesuai UU yang diterima oleh Subyek Pajak LN.

KEWAJIBAN APALAGI SELAIN NPWP ? ? ? WP OP Usaha/Pek. Bebas BADAN Melakukan penyerahan KEWAJIBAN APALAGI SELAIN NPWP ? ? ? WP OP Usaha/Pek. Bebas BADAN Melakukan penyerahan BARANG / JASA KENA PAJAK melebihi Rp 600 juta dalam satu tahun buku Pengusaha Kena Pajak

KONSEKUENSI PKP n n Menghitung PPN yang terutang dari setiap penyerahan barang/jasa kena pajak KONSEKUENSI PKP n n Menghitung PPN yang terutang dari setiap penyerahan barang/jasa kena pajak Memperhitungkan PPN yang telah dibayar waktu pembelian dengan PPN yang dipungut dari penyerahan/penjualan. Membayar kekurangan PPN Melaporkan dalam SPT Masa PPN

PT BOGASARI PT INDOFOOD Harga Jual 100 juta PPN 10% 10 juta TAGIHAN 110 PT BOGASARI PT INDOFOOD Harga Jual 100 juta PPN 10% 10 juta TAGIHAN 110 juta PT INDOMARCO Harga Jual 160 juta PPN 10% 16 juta TAGIHAN 176 juta Indofood membayar PPN 10 juta Indofood memungut PPN 16 juta Setor ke Negara 6 juta Dianggap Bayar ke negara ke suplier ke konsumen

PENGHAPUSAN NPWP n n n WP OP meninggal tanpa warisam WANITA KAWIN tidak dengan PENGHAPUSAN NPWP n n n WP OP meninggal tanpa warisam WANITA KAWIN tidak dengan perjanjian pisah harta & penghasilan (setelah kawin NPWP: x. 001) WARISAN yg belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subyek Pajak sudah selesai terbagi secara hukum WP BADAN dibubarkan secara resmi BUT karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap WP OP lainnya yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak.

NPWP: 08. 111. 222. 3 -541. 000 NPWP: 08. 111. 222. 3 -541. 000

NPWP: 08. 111. 222. 3 -541. 000 NPWP: 08. 111. 222. 3 -541. 000

NPWP: 08. 111. 222. 3 -541. 000 NPWP: 08. 111. 222. 3 -541. 000

SESUAI KETENTUAN UU: PPh 21, 23, 25, dll…. Mengambil x% dari penghasilan yang kita SESUAI KETENTUAN UU: PPh 21, 23, 25, dll…. Mengambil x% dari penghasilan yang kita bayarkan ke pihak lain sebesar x% yang telah kita potong disetorkan ke Kantor Pos/Bank dengan sarana Surat Setoran Pajak Melaporkan kegiatan hitung, potong, dan setor dengan Surat Pemberitahuan (SPT)

PPh Pasal 25 PPh Pasal 21/26 PPN PPh Pasal 22 PPh Pasal 23/26 PPh PPh Pasal 25 PPh Pasal 21/26 PPN PPh Pasal 22 PPh Pasal 23/26 PPh Pasal 4 ayat (2) PPh Pasal 29 PPh Pasal 21/26

n n MELAPORKAN PENGHITUNGAN PAJAK YANG TERUTANG (PENGHASILAN DAN TARIFNYA) MELAPORKAN PEMBAYARAN PAJAK (SENDIRI n n MELAPORKAN PENGHITUNGAN PAJAK YANG TERUTANG (PENGHASILAN DAN TARIFNYA) MELAPORKAN PEMBAYARAN PAJAK (SENDIRI DAN PIHAK LAIN) MELAPORKAN PAJAK YANG DIPOTONG OLEH PIHAK LAIN DATA DAN INFORMASI LAINNYA

CONTOH PENGGUNAAN SPT JENIS TRANSAKSI/ PENGHASILAN Jenis Pajak SPT YANG DIGUNAKAN Gaji karyawan PPh CONTOH PENGGUNAAN SPT JENIS TRANSAKSI/ PENGHASILAN Jenis Pajak SPT YANG DIGUNAKAN Gaji karyawan PPh 21 SPT Masa PPh 21/26 Pembayaran Deviden PPh 23/ 26 SPT Masa PPh Pasal 23/26 Pembayaran Bunga Deposito PPh psl. 4 ay. (2) SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Laba(rugi) bulan berjalan PPh 25 Surat Setoran Pajak (dianggap sebagai SPT Masa) Penjualan Barang Kena Pajak (mis: sepatu) PPN SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai

HITUNG DAN POTONG PAJAK Tgl 5 Januari 2005, PT MPP melakukan pembayaran sewa mobil HITUNG DAN POTONG PAJAK Tgl 5 Januari 2005, PT MPP melakukan pembayaran sewa mobil kepada Tn. Rusdi sebesar Rp 10 juta. Kontrak sewa Rp 10 juta PT MPP RUSDI Dibayarkan kpd Rusdi Dipotong PPh 23: 3% Menyerahkan bukti potong Bukti Potong PPh 23 Rp 300 rb

PENYETORAN PAJAK PT MPP Surat setoran Pajak Rp 300. 000 SSP lbr. 3 SSP PENYETORAN PAJAK PT MPP Surat setoran Pajak Rp 300. 000 SSP lbr. 3 SSP lbr. 1 BANK/ KTR. POS TERIMA UANG DAN BUATKAN TANDATERIMA SSP lbr. 4 SSP lbr. 2

PELAPORAN PAJAK PT MPP SPT Masa PPh 23/26 SSP lbr. 1 Bukti Potong SPT PELAPORAN PAJAK PT MPP SPT Masa PPh 23/26 SSP lbr. 1 Bukti Potong SPT Masa PPh 23/26 KANTOR PAJAK SPT Masa PPh 23/26 + Bukti Potong SSP lbr. 3

JENIS PAJAK MEMOTONG MENYETOR MELAPOR PPh 21/26 Saat pembayaran atau akhir bulan terutang Tgl JENIS PAJAK MEMOTONG MENYETOR MELAPOR PPh 21/26 Saat pembayaran atau akhir bulan terutang Tgl 10 bln berikut Tgl 20 bln berikut PPh 22 Bendahara- wan Saat pembayaran Pemerintah Tgl pembayaran Tgl 14 bln berikut PPh 23/26 Saat pembayaran atau akhir bulan terutang Tgl 10 bln berikut Tgl 20 bln berikut PPh pasal 4 ayat (2) Saat pembayaran atau akhir bulan terutang Tgl 10 bln berikut Tgl 20 bln berikut PPh 25 -- Tgl 15 bln berikut Tgl 20 bln berikut PPN -- Tgl 15 bln berikut Tgl 20 bln berikut

Contohnye …. . Januari Tgl 11 Januari 05 pembayaran sewa mobil Rp 10 juta Contohnye …. . Januari Tgl 11 Januari 05 pembayaran sewa mobil Rp 10 juta Pebruari Tgl 10 Pebruari 05 Penyetoran PPh 23 Rp 300 ribu PEMOTONGAN PPh 23 DILAKUKAN Bukti Pemoto ngan PPh 23 Tgl 20 Pebruari 05 Pelaporan SPT Masa PPh 23/26 SSP

SPT TAHUNAN PPh…. 1 januari 04 31 Des 04 Dalam tahun berjalan pernah Membayar SPT TAHUNAN PPh…. 1 januari 04 31 Des 04 Dalam tahun berjalan pernah Membayar pajak: Sendiri : PPh 25: 1. 200. 000 Dipotong pihak lain : 800. 000 SPT Tahunan : Laba bersih 2004 : PPh Badan 10% : Kredit Pajak : PPh Kurang byr : 31 Maret 05 Tgl 25 Maret Pembayaran PPh 29 sebesar Rp 1 juta Pelaporan SPT Tahunan 30 juta 3 juta 2 juta 1 juta SPT Tahunan

SPT TAHUNAN PPh 21…. 1 januari 04 Dalam tahun berjalan telah Membayar PPh 21 SPT TAHUNAN PPh 21…. 1 januari 04 Dalam tahun berjalan telah Membayar PPh 21 Rp 1 juta SPT Tahunan PPh 21: Total Penghs. : 300 juta PPh 21 : 4 juta Telah dibayar : 1 juta PPh Kurang byr : 3 juta 31 Des 04 31 Maret 05 Tgl 25 Maret Pembayaran PPh 29 sebesar Rp 3 juta Pelaporan SPT Tahunan

2 -42 2 -42

2 -43 Materi PPh Badan Rincian Materi : Peserta diharapkan memahami : • Subyek 2 -43 Materi PPh Badan Rincian Materi : Peserta diharapkan memahami : • Subyek pajak badan. Penghasilan wajib pajak badan Pengurangan yang diperbolehkan • Penyusutan & amortisasi fiskal Hubungan istimewa dan penentuan harga perolehan Penghasilan kena pajak. Penghitungan pajak Angsuran PPh Pasal 25.

FORMULA PENGHITUNGAN PPh BADAN TARIF PAJAK PASAL 17 X PENGHASILAN NETO (PENGHASILAN KENA PAJAK) FORMULA PENGHITUNGAN PPh BADAN TARIF PAJAK PASAL 17 X PENGHASILAN NETO (PENGHASILAN KENA PAJAK)

ADA APA DENGAN PEMBUKUAN ? . . AKTIVITAS PENCATATAN TRANSAKSI USAHA ……… NERACA POSISI ADA APA DENGAN PEMBUKUAN ? . . AKTIVITAS PENCATATAN TRANSAKSI USAHA ……… NERACA POSISI KEKAYAAN PERUSAHAAN PER SAAT TERTENTU mis: 31 -12 -2005 LAP. RUGILABA KINERJA USAHA PERIODE TERTENTU mis: periode tahun 2005 LAP. ARUSKAS Perubahan / mutasi KAS/SETARA KAS periode tertentu

USAHA POKOK Penjualan Sepatu DI LUAR USAHA POKOK • Bunga Deposito • Sewa Bangunan USAHA POKOK Penjualan Sepatu DI LUAR USAHA POKOK • Bunga Deposito • Sewa Bangunan • Laba Selisih Kurs • Laba Jual Aktiva USAHA POKOK DI LUAR USAHA POKOK Harga Pokok. Penjualan Bunga Pinjaman Rugi Kebakaran Rugi Selisih Kurs Rugi Jual Aktiva Biaya Usaha: - Administrasi - Marketing

LAPORAN RUGILABA - PENJUALAN - HARGA POKOK PENJUALAN 1. 000 700. 000 LABA KOTOR LAPORAN RUGILABA - PENJUALAN - HARGA POKOK PENJUALAN 1. 000 700. 000 LABA KOTOR 300. 000 230. 000 - BIAYA USAHA LABA USAHA 70. 000 30. 000 (70. 000) - PENGHASILAN DARI LUAR USAHA - BIAYA DARI LUAR USAHA LABA BERSIH KESIMPULAN: PENGHASILAN • Penjualan 1. 000 • Penghasilan dari Luar Usaha 30. 000 BIAYA • Harga Pokok Penjualan 700. 000 • Biaya Usaha 230. 000 • Biaya dari Luar Usaha 70. 000 LABA BERSIH ……………. . 30. 000 . . …… 1. 030. 000 …… 1. 000 30. 000

BAGAIMANA MENGHITUNG DASAR PENGENAAN PAJAK. . ? OBYEK PAJAK UMUM PENGHASILAN Rp. 1. 030. BAGAIMANA MENGHITUNG DASAR PENGENAAN PAJAK. . ? OBYEK PAJAK UMUM PENGHASILAN Rp. 1. 030. 000 BIAYA-BIAYA Rp. 1. 000 LABA BERSIH Rp 30. 000 OBYEK PAJAK FINAL NON OBYEK PAJAK DEDUCTIBLE NON DEDUCTIBLE PROSES REKONSILIASI PENGHASILAN obyek pajak umum Rp. 1. 010. 000 BIAYA deductible Rp. 860. 000 LABA BERSIH Rp 150. 000

REKONSILIASI LAPORAN RUGILABA untuk penghitungan PPh Badan PERKIRAAN Penjualan Harga Pokok Penj. LAP. KOMERSIAL REKONSILIASI LAPORAN RUGILABA untuk penghitungan PPh Badan PERKIRAAN Penjualan Harga Pokok Penj. LAP. KOMERSIAL KOREKSI LAP. FISKAL 1. 000 700. 000 0 25. 000 1. 000 675. 000 LABA KOTOR Biaya Usaha 300. 000 230. 000 0 100. 000 325. 000 130. 000 LABA USAHA Penghs. Luar Usaha Biaya Luar Usaha 70. 000 30. 000 (70. 000) 125. 000 (20. 000) 15. 000 195. 000 10. 000 (55. 000) 30. 000 120. 000 150. 000 LABA BERSIH

MENGAPA DILAKUKAN KOREKSI …? ? PERKIRAAN Penjualan Harga Pokok Penj. LABA KOTOR KOREKSI 0 MENGAPA DILAKUKAN KOREKSI …? ? PERKIRAAN Penjualan Harga Pokok Penj. LABA KOTOR KOREKSI 0 25. 000 NON DEDUCTIBLE 0 Biaya Usaha 100. 000 LABA USAHA 125. 000 Penghs. Luar Usaha (20. 000) Biaya Luar Usaha LABA BERSIH 15. 000 120. 000 NON DEDUCTIBLE PENGHASILAN FINAL PENGHASILAN NON OBYEK PAJAK NON DEDUCTIBLE

Mekanisme Penghitungan PPh Badan PENGHASILAN NETO (LABA BERSIH) FISKAL KOMPENSASI KERUGIAN (maksimal 5 tahun Mekanisme Penghitungan PPh Badan PENGHASILAN NETO (LABA BERSIH) FISKAL KOMPENSASI KERUGIAN (maksimal 5 tahun sebelumnya) PENGHASILAN KENA PAJAK PENGHASILAN TERUTANG: • 10 % X 50. 000 • 15 % X 50. 000 • 30 % X …. …………. 150. 000 100. 000 12. 500. 000

KOMPENSASI KERUGIAN 2000 2001 2002 (700) 50 50 (50) 200 400 2003 400 2004 KOMPENSASI KERUGIAN 2000 2001 2002 (700) 50 50 (50) 200 400 2003 400 2004 2005 2006 (80) 150 ……. . (200) (400) 50 0 (50) 80 PENGHASILAN KENA PAJAK KERUGIAN YG DAPAT DIKOMPENSASI: - SESUAI KETETAPAN DARI KANTOR PAJAK (bila telah diperiksa) - SESUAI SPT TAHUNAN (bila belum diperiksa) (80) 20

PENYUSUTAN / AMORTISASI FISKAL Metode, Tarip, Masa Manfaat, Saat dimulai BERDASARKAN KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN PENYUSUTAN / AMORTISASI FISKAL Metode, Tarip, Masa Manfaat, Saat dimulai BERDASARKAN KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN

METODE PENYUSUTAN GARIS LURUS SALDO MENURUN Pasal 11 (1) UU PPh Pasal 11 (2) METODE PENYUSUTAN GARIS LURUS SALDO MENURUN Pasal 11 (1) UU PPh Pasal 11 (2) UU PPh TARIP X NILAI SISA BUKU TARIP X NILAI PEROLEHAN PADA AKHIR MASA MANFAAT DISUSUTKAN SEKALIGUS HARTA BERUPA BANGUNAN DAN HARTA BUKAN BANGUNAN

TARIP DAN MASA MANFAAT Kelompok Harta Berwujud Pasal 11 (6) UU PPh Masa Manfaat TARIP DAN MASA MANFAAT Kelompok Harta Berwujud Pasal 11 (6) UU PPh Masa Manfaat Tarip Garis Lurus Saldo Menurun I. BANGUNAN Permanen 20 tahun 5% Tidak Permanen 10 tahun 10 % Kelompok 1 4 tahun 25 % Kelompok 2 8 tahun II. NON BANGUNAN Kelompok 3 16 tahun Kelompok 4 20 tahun 50 % 12, 5 % 25 % 6, 25 % 12, 5 % 5% 10 %

URUTAN Kelompok Harta Berwujud ditetapkan dengan KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN Pasal 11 (11) UU PPh URUTAN Kelompok Harta Berwujud ditetapkan dengan KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN Pasal 11 (11) UU PPh PENGHITUNGAN PENYUSUTAN Bangunan Non Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 MASA MANFAAT TARIP PENYUSUTAN / AMORTISASI

PENYUSUTAN DIMULAI PADA : BULAN PEROLEHAN HARTA; atau BULAN SELESAINYA PENGERJAAN HARTA (dalam hal PENYUSUTAN DIMULAI PADA : BULAN PEROLEHAN HARTA; atau BULAN SELESAINYA PENGERJAAN HARTA (dalam hal harta tersebut masih dalam proses pengerjaan); atau BULAN HARTA TERSEBUT DIGUNAKAN ATAU BULAN HARTA YANG BERSANGKUTAN MENGHASILKAN (dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak)

KLASIFIKASI PENGHASILAN MENURUT PASAL 4 UU PPh Non Objek Pajak Penghasilan Objek Pajak Final KLASIFIKASI PENGHASILAN MENURUT PASAL 4 UU PPh Non Objek Pajak Penghasilan Objek Pajak Final Objek Pajak Non-Final

Klasifikasi Penghasilan Menurut UU PPh Penghasilan (income/revenue) Dikecualikan Sbg Objek PPh Psl. 4 (1) Klasifikasi Penghasilan Menurut UU PPh Penghasilan (income/revenue) Dikecualikan Sbg Objek PPh Psl. 4 (1) Huruf K Objek PPh Pasal 4 (1) Sesuai UU PPh Objek PPh Final Pasal 4 (2) Bukan Objek PPh Psl. 4 (3) Tidak Sesuai UU Over state Koreksi negatif Under state Koreksi positif Koreksi negatif

Objek Pajak PPh Badan Pasal 4 ayat 1 UU No 17 Tahun 2000 1. Objek Pajak PPh Badan Pasal 4 ayat 1 UU No 17 Tahun 2000 1. Dari Kegiatan Usaha Ø Laba usaha 2. Dari Kegiatan Bukan Usaha : Ø Hadiah dari kegiatan dan penghargaan Ø Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : 1. 2. 3. 4. keuntungan krn pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sbg penggantian saham/penyertaan modal; keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya krn pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu atau anggota; keuntungan krn likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kec. yang diberikan kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan oleh Menkeu, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, peekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan

Objek Pajak PPh Badan (2) Pasal 4 ayat 1 UU No 17 Tahun 2000 Objek Pajak PPh Badan (2) Pasal 4 ayat 1 UU No 17 Tahun 2000 Ø Penerimaan kembali pembayaran pajak yg telah dibebankan sbagai biaya Ø Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan krn jaminan pengembalian utang Ø Deviden, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi Ø Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta Ø Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala Ø Keuntungan krn pembebasan utang, kecuali sampai dgn jumlah tertentu yg ditetapkan dgn PP Ø Keuntungan krn selisih kurs mata uang asing, selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, premi asuransi, iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas, tambahan kekayaan neto yg berasal dari penghasilan ygbelum dikenakan pajak.

Buka n O bye k P a ja k A. BERLAKU SECARA UMUM BAGI Buka n O bye k P a ja k A. BERLAKU SECARA UMUM BAGI WP BADAN u u u Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai pengganti saham atau pengganti penyertaan modal dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, Koperasi, BUMN/D dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: « dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan « Bagi Perseroan terbatas, BUMN/D yang menerima Dividen kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 % dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut. Penghasilan yang dikenakan PPh final (sebenarnya merupakan obyek, tetapi ketika menghitung Penghasilan Kena Pajak Badan atas penghasilan ini tidak digabungkan dengan penghasilan lainnya

Buka n O bye k P a ja k B. BERLAKU KHUSUS BAGI WP Buka n O bye k P a ja k B. BERLAKU KHUSUS BAGI WP BADAN TERTENTU u u u harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial atau pengusaha kecil yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; bunga obligasi yang diterima perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: « merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan « sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia

Klasifikasi Biaya Menurut UU PPh Beban (cost/expense) Dapat Dikurangkan Psl. 6 (1) Sesuai UU Klasifikasi Biaya Menurut UU PPh Beban (cost/expense) Dapat Dikurangkan Psl. 6 (1) Sesuai UU Tidak dapat dikurangkan Ps. 9 (1) Tidak Sesuai UU over under Koreksi positif Koreksi negatif Koreksi Positif

Mekanisme Pelunasan PPh Waktu yang menjadi dasar penghitungan PPh adalah 1 (satu) tahun pajak. Mekanisme Pelunasan PPh Waktu yang menjadi dasar penghitungan PPh adalah 1 (satu) tahun pajak. PPh dihitung dari penghasilan yang secara riil diterima/diperoleh WP selama periode tersebut. Namun demikian terdapat pelunasan pembayaran PPh dalam tahun berjalan, yaitu melalui mekanisme pemotongan/pemungutan dan PPh yang dibayar sendiri oleh WP. Penghasilan WP Dalam 1 Tahun Pajak Pemotongan/pemungutan yang telah dilakukan & PPh yang dibayar sendiri Perhitungan PPh Akhir Tahun Pengisian dan Pelaporan Dalam SPT Tahunan : PPh Terutang dikurangi dengan kredit pajak Kekurangan Pembayaran disetor ke Kas Negara 65

Rekonsiliasi Fiskal (1) Source Document Financial Reports (Profit/Loss) According SFAS By IAI General Journal Rekonsiliasi Fiskal (1) Source Document Financial Reports (Profit/Loss) According SFAS By IAI General Journal Fiscal Reconciliation According to Tax Law General Ledger Trial Balance Corporate Income Tax Return (SPT PPh Badan) Fiscal Correction Positive Correction Negative Correction B

Rekonsiliasi Fiskal (2) Source Document Financial Reports (Profit/Loss) According SFAS By IAI General Journal Rekonsiliasi Fiskal (2) Source Document Financial Reports (Profit/Loss) According SFAS By IAI General Journal Fiscal Reconciliation According Tax Law General Ledger Trial Balance Corporate Income Tax Return (SPT PPh Badan) Fiscal Correction Temporary Difference PSAK 46 Permanent Difference B

2 -68 Akun Terkait PPh Dalam Lap. Keuangan 1 Diketahui PPh Badan tahun 2004 2 -68 Akun Terkait PPh Dalam Lap. Keuangan 1 Diketahui PPh Badan tahun 2004 PT ABG adalah Rp 100 juta, sedangkan UM PPh 22, 23, dan 25 masing-masing sebesar Rp 20 juta, Rp 30 juta dan Rp 40 juta. Berapa PPh pasal 29 terutangnya? , Perkiraan apa saja yang muncul dalam Laporan Keuangan ? Neraca : Hutang PPh Psl 29, L/R : Beban PPh (CT) B

2 -69 Akun Terkait PPh Dalam Lap. Keuangan 2 Diketahui PPh Badan tahun 2004 2 -69 Akun Terkait PPh Dalam Lap. Keuangan 2 Diketahui PPh Badan tahun 2004 PT ABG adalah Rp 100 juta, sedangkan UM PPh 22, 23, dan 25 masing-masing sebesar Rp 20 juta, Rp 30 juta dan Rp 60 juta. Berapa PPh pasal 29 terutangnya? , Perkiraan apa saja yang muncul dalam Laporan Keuangan ? Neraca : Piutang PPh , L/R : Beban PPh (CT) B

2 -70 2 -70

Administrasi Potong/Pungut No Jenis Pajak Batas Waktu Penyetoran Batas Waktu SPT 1. PPh Pasal Administrasi Potong/Pungut No Jenis Pajak Batas Waktu Penyetoran Batas Waktu SPT 1. PPh Pasal 21/26 Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya 2. PPh Pasal 22 Bendaharawan Pada hari yang sama dengan pembayaran Tgl 14 bulan berikutnya 3. PPh Pasal 23/26 Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya 4. PPh Pasal 25 Tgl 15 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya

MEKANISME POTONG/PUNGUT PT (Witholder) MEMBAYAR YANG DIPOTONG (Subjek Pajak) Penerima Penghasilan Pemberi Hasil OBJEK MEKANISME POTONG/PUNGUT PT (Witholder) MEMBAYAR YANG DIPOTONG (Subjek Pajak) Penerima Penghasilan Pemberi Hasil OBJEK PEMOTONGAN BUKAN OBJEK Psl 4 (1) & (2) UU PPh Psl 4 (3) UU PPh KEWAJIBAN PERPAJAKAN * POTONG/PUNGUT * SETOR * LAPOR SSP Bukti Potong SPT MASA

. .

BAG. 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh pasal 21) Ketentuan Pasal 21 UU PPh BAG. 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh pasal 21) Ketentuan Pasal 21 UU PPh mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi dalam negeri sehubungan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Wajib Pajak PPh pasal 21: 1. Pejabat Negara: a. Presside Waki, Presiden b. MPR, DPRD c. Ketua/Wk Ketua BPK d. Ketua, Wk. Ketua, Ketua Muda, dan Hakim MA e. Ketua Wk. Ketua DPA f. Menteri g. Jaksa h. Gubernur & Wk. Gubernur I. Bupati & Wk. Bupati j. Walikota & Wk. Walikota

2. PNS (pusat, daerah dan lainnya) menurut UU No. 8 th 1974 3. Pegawai, 2. PNS (pusat, daerah dan lainnya) menurut UU No. 8 th 1974 3. Pegawai, yaitun setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN & BUMD 4. Pegawai Tetap, merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung. 5. Pegawai dengan Status WP Luar Negeri, adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium dan/atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. 6. Pegawai Lepas, merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja. 7. Penerima Pensiun, adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua 8. Penerima Honorarium, adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya. 9. Penerima Upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

 • Kegiatan adalah keikutsertaan dalam suatu rangkaian tindakan, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, • Kegiatan adalah keikutsertaan dalam suatu rangkaian tindakan, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, workshop, pendidikan, pertunjukan, dan olehraga • Upah Harian adalah upah yang terutang atau dibayar atas dasar jumlah hari kerja. • Upah Mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan. • Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu • Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan produk yang dihasilkan. Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 1. Pejabat Perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang- orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja padadan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat: (a) Bukan WNI; (b) di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia; (c) Negara yang bersangkutan memmberikan perlakuan timbal balik 2. Pejabat perwakilan organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 611/KMK. 04/1994 sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 314/KMK. 04/1998 sepanjang: (a)bukan WNI; (b) tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

OBJEK PAJAK PPh Pa. SAL 21 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur OBJEK PAJAK PPh Pa. SAL 21 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi asurransi yang dibayar oleh pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, grafikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap daan biasanya dibayarkan sekali dalam setahun. 3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan 4. Uang tebusan pensiunan, uang Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT), uang pesangon, dan pe, bayaran lain sejenis. 5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghrgaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembnayaran lain sebagai imbalan sehubungan cengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan WP dalam negeri, terdiri dari: a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, noptaris, penilai, dan aktuaris.

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, sutradara, crew film, foto model, b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya. C. Olahragawan d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator e. Pengarang peneliti, dan penejemah. F. Pemberi jasa dalam bidang tehnik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fografi, dan pemasaran. G. Agen iklan h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan. I. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan k. Petugas pembawa barang dagangan l. Petugas dinas luar asuransi m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemegangan n. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 6. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh pejabat negara dan PNS

7. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima 7. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya. 8. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan WP. Penghasilan yang Dikecualikan dari Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan. Asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yang diberikan oleh WP 3. Iuarn pensiun yang dibayarkan kepeda dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan serta iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja 4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh Pemerintah 5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja 6. Pembayaran THT-Taspen dan THT-Asabri dari PT Taspen dan PT Asabri kepada para pensiunan yang berhak olek Pemerintah 7. Zakat yang diterima oleh pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

Biaya Jabatan dan Biaya Pensiunan Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara Biaya Jabatan dan Biaya Pensiunan Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 1. 296. 000 setahun atau 108. 000 sebulan Biaya Pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 432. 000 setahun atau 36. 000 sebulan

TARIF PAJAK DAN PENERAPANNYA. Tarif Berdasarkan Penghasilan Bruto • Honorarium, uang saku, hadiah, komisi TARIF PAJAK DAN PENERAPANNYA. Tarif Berdasarkan Penghasilan Bruto • Honorarium, uang saku, hadiah, komisi penghargaan, beasiswa, • Honorarium yg diterim dewan komisaris, pengawas, yg tidak merangkap sbg peg. Tetap pada perusahan yang sama • jasa produksi, tantiem grafiikasi, bonus yg diterima mantan peg. Tarif 15% diterapkan Tarif 5% ditetapkan atas perkiraan penghas Diterap atas dasar atas upah harian netto yg dibayarkan PTKP upah minguan, upah pada tenaga ahli yang • Peg. Tetap, PNS, satuan, upah borong melakukan pekerjaan Pejabat Negara, uang saku harian bebas (akuntan, arsitek, TNI/Polri, BUMN/D yg jumlahnya dokter, konsultan, dewan komisaris, melehibi 24. 000 notaris, penilai, pengwas, sehri tetapi tidak aktuaris). • Pensiunan bulanan melebihi 240. 000 Beaarnya perkiraan • Peg. Tidak tetap satu bulan takwim penghasilan netto pemagang, capeg atau tidak dibayar adalah 50% dari • multilevel marketing secara bulanan penghasilan bruto direct selling, dll berupa honorarium PPh = (peng. Bruto PPH = Pthxtarif pajak atau imbalan. sehari - 24. 000) x 5% PPh = (peng. Brutox 50%) PPh = peng. Bruto - tarif x 15% PKP pegawai tetap = peng. Bruto - biaya jabatan-iuran pensiunan yang dibayar sendiri pegawai (termasuk. THT) kecuali THT-Taspen dan THT Asabri-PTKP Pensiunan = Penghasilan bruto - biaya pensiunan - PTKP Pegawai tidak tetap, pemagang, capeg = penghasilan bruto - PTKP Multiilevel marketing = mpenghasilan bruto - PTKP perbulan

TARIF PPh Pasal 21 yang Bersifat Final Untuk beberapa jenis penghasilan, akan dikenalkan PPh TARIF PPh Pasal 21 yang Bersifat Final Untuk beberapa jenis penghasilan, akan dikenalkan PPh pasal 21 yang bersifat final. Besarnya tarif dan penghasilan tersebut adalah sebagaiberikut: 1. Atas uang pesangon, uang tebusan pensiunan yang dibayar oleh para pensiunan yang pendiriannya tel; ah disahkan oleh Menteri Keuangan. Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh badan

. .

BAG. 8 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 • Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan BAG. 8 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 • Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh Bendhaharawan Pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. • Pemungut Pajak 1. Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai, atas impor barang 2. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintahj baik di pusat maupun daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang 3. BUMN, BUMD, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang yang danannya dari belanja negara dan atau belanja daerah, kecuali badan-badan tersebut pada butir 4 4. BI, BPPN, BULOG, Telkom, PLN, PT. Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Stell, Pertamina, Bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun APBD 5. Badan Usaha yang bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP atas penjulan hasil produksinya didalam negeri 6. Pertamina serta badan usaha selain pertamina yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, Super ITT dan gas, atas penjulan hasil produksinya. 7. Industri dan eksport yang bergerak dibidang perhutanan, perkenbunan, pertanian, perikanan yang ditunjuk KPP atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau export mereka dari pedagang pengumpul.

Objek Pemungutan PPh Pasal 22 1. Impor Barang 2. Pembayaran atas pembelian barang yang Objek Pemungutan PPh Pasal 22 1. Impor Barang 2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. 3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang danannya dari belanja negara/daerah 4. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan badan usaha yang bergerak di Bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif 5. Penjulan hasil produksi yang dilakukan Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak dalam sektor bahan bakar minyak, jenis premix dan gas 6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau eksport industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dari pedagang pengumpul.

Dikecualikan dari Pemungutan PPh pasal 22 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang Dikecualikan dari Pemungutan PPh pasal 22 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundangan tidak terutang Pajak Penghasilan. Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan Dirjen Pajak 2. Impor barang yang dibebaskan Bea Masuk: a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik. b. barang untuk keperluan badan International yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum. e. barang untuk keperluan khusus tuna netra dan penyandang cacat lainnya. f. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan g. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang, yang diperuntuukan bagi keperluan pertahanan dan keamanan. h. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara i. Barang contoh yang tidak untiuk diperdagangkan

j. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah, atau abu jenazah k. barang pindahan j. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah, atau abu jenazah k. barang pindahan l. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai dan atau jumlah tertentu m. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat dan Daerah Yang ditujukan untuk kepentingan umum n. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) o. Buku-buku pelajaran umum. Kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama. p. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyebarangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat penyelamat pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional (PELNI) atau perusahaan penangkap ikan Nsional. q. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Udara Niaga Nasional r. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia s. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan oleh TNI.

3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali 3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali 4. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1000. 000 dan tidak meryupakan pembayaran yang terpecah-pecah 5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik. Gas, air minum/PDAM dan benda pos 6. Atas impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak. 7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara 8. Impor kembali (re-impor) yang meliputi barang-barang yang telah dieksport kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah dieksport untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan Cukai.

CARA MENGHITUNG PPh Pasal 22. Menghitung PPh pasal 22 atas Kegiatan Import Barang Menggunakan CARA MENGHITUNG PPh Pasal 22. Menghitung PPh pasal 22 atas Kegiatan Import Barang Menggunakan API, tarif pungutannya 2, 5% dari nilai impor PPh pasal 22 = 2, 5% x Nilai Import Tidak menggunakan API, tarif pemungutannya 7, 5% PPh pasal 22 = 7, 5% x Nilai Import Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya 7, 5% x Harga Jula Lelang PPh Pasal 22 = 7, 5% x Harga Jual Lelang Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor sebesar Cost Insurance and Feight (CIF) + bea masuk + pungutan pabean lainnya

. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai Dengan APBN/APBD Atas . Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai Dengan APBN/APBD Atas pembelian barang yang danannya dari APBN/APBD dikenakan pemungutan PPh pasal 22 sebesar 1, 5% dari harga pembelian. PPh Pasal 22 = 1, 5% x Harga Pembelian Pengecualian PPh Pasal 22 jenis ini adalah: • Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1000. 000 • pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/ PDAM, dan benda-benda pos • Pembayaran/pencairan dana JPS oleh Kantor bendaharawan dan Kas Negara

. Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Produksi Industri Otomotif Dalam Negeri Besarnya . Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Produksi Industri Otomotif Dalam Negeri Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0, 45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPn PPh Pasal 22 = 0, 45% x DPP PPN Pengecualian: • Penjulan kepada Instansi Pemerintah • Penjualan kepada Korps Deplomatik • Penjualan kepada Bukan Subjek Pajak Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Rokok di Dalam Negeri Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0, 15% dari harga bandrol (pita cukai) dan bersifat Final PPh Pasal 22 (Final) = 0, 15% x Harga Bandrol

. . Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Produksi Industri Kertas dalam Negeri . . Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Produksi Industri Kertas dalam Negeri Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0, 1% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPN PPh Pasal 22 = 0, 1 % x DPP PPN Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam Negeri Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0, 25% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPN PPh Pasal 22 (Final) = 0, 25% x DPP PPN Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di Dalam Negeri Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0, 3% dari dasarpengenaan pajak (DPP) PPN PPh Pasal 22 (Final) = 0, 3% x DPP PPN

. Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Pembelian Bahan-bahan untuk Keperluan Industri Eksport/Import oleh . Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Pembelian Bahan-bahan untuk Keperluan Industri Eksport/Import oleh Industri yang Bergerak dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, Perikanan dan Pedagang Pengumpul Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0, 5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN PPh Pasal 22 = 0, 5 % x Harga Pembelian Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha Selain Pertamina Atas penebusan Premium, solar, premix/Super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0, 3% dari penjualan PPh Pasal 22 = 0, 3% x. Penjualan Atas penebusan Premium, solar, premix/Super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0, 25% dari penjualan PPh Pasal 22 = 0, 25% x. Penjualan Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0, 3% dari penjualan PPh Pasal 22 = 0, 3% x Penjualan Pemungutan PPh pasal 22 ini bersifat Final atas penyerahan/penjualan hasil prodiuksi kepada Peyalur/agenya. Sedang penjualan kepada pembeli lainnya (misal pabrikan) tidak bersifat final, sehingga PPh pasal 22 -nya dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.

. .

BAG. 9 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 Pengertian PPh pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas BAG. 9 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 Pengertian PPh pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyertaan jasa, atau pennyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Sibjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Pemotong PPh pasal 23 1. 2. 3. 4. 5. 6. untuk Badan Pemerintah Subjek Badan dalam negeri Penyelenggara kegiatan BUT Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya Orang pribadi sebagai WP dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan dari Dirjen Pajak memotong pajak PPh pasal 23, yaitu meliputi: a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pe. Jabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, Pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas. b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

Yang Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23 Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah WP Yang Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23 Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah WP dalam negeri atau BUT yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Objek Pemotongan PPh Pasal 23 1. Dividen 2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang 3. Royalti 4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 5. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi 6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manejemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 7. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Pengecualian Objek Pemotongan PPh Pasal 23 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi 3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia 4. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana 5. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura, berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha/kegiatan di Indonesia, dg syarat:

. a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sdektorsektor usaha yang . a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sdektorsektor usaha yang ditetapkan Menteri Keuangan, b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek 6. SHU koperasi yang dibayarkan kepada anngota 7. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anngota Dasar Pemotongan Dari Jumlah Bruto: a. Dividen b. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian uatang c. Royalti d. Hadiah dan penghargaan selain yang btelah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21. Penghasilan Netto a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta b. Imbalan sehiubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21

CARA MENGHITUNG PPh Pasal 23 Dividen PPh 23 = 15% x Bruto Bunga, Premium CARA MENGHITUNG PPh Pasal 23 Dividen PPh 23 = 15% x Bruto Bunga, Premium Diskonto, Imbalan Jaminan pengembalian utang Bunga PPh 23 = 15% x bruto Royalti PPh 23 = 15% x Bruto Hadiah& Penghargaan Dari perlombaan atau adu ketangkasan oleh WP badan/BUT PPh 23 = 15% x Bruto Sewa & penghasil lain sehub. dg. Penggunaan harta (selain sewa tanah) Bunga simpanan anggota koperasi tidak melebihi 240. 000 (final) PPh pasal 23 (final) = 15% x bruto Sewa & penghasilan dari angkutan darat 15% (netto = 20%) PPh 23 = 15% x 20% x bruto Sewa & penghasilan sehub. Dg. Penggunaan harta kecuali sewa dan penghs lain sehub. Dg. Persewaan tanah & bangunan yg telah dikenakan pajak penghasilan final berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1995 dan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus angkutan darat adalah 15% dari perkiraan penghasilan netto. Netto = 40% tdk termasuk PPn (final) PPh pasal 23 = 15% x 40% x bruto

BAG. 10 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Ketentuan pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan BAG. 10 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Ketentuan pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan WP dalam negeri. Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia menganut tax credit yang ordinary credit methode dengan menerapkan per country limitation. Peggabungan Penghasilan Penggabungan penghasilan dari luar negeri dilakukan sebagai berikut: 1. Penggabungan penghasilan dari usaha, dilakukan dalam tahun pajak diperoleh penghasilan tersebut (accrual basis) 2. Penggabungan penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimannya (cash basis) 3. Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Contoh: PT Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan netto dari sumber luar negeri dalam tahun Contoh: PT Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan netto dari sumber luar negeri dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Hasil usaha di negeri Jerman dalam tahun 2002 sebesar Rp 700. 000. 2. Di negara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di “ABC Corp” sebesar Rp 1. 000, yaitu berasal dari keuntungan tahun 1999 yang ditetapkan RUPS tahuan 1999, dan baru dibayarkan tahun 2002 3. Dinegara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% di “PDF Corp” sebesar Rp 2. 000. Saham tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Dividen tersebut berasal dari keuntungan saham 2001 yang berdasarkan Keputusan Menteri ditetapkan diperoleh tahun 2002 4. Penghasilan berupa bunga semester II tahun 2002 sebesar Rp 500. 000, dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima pada bulan April 2003. Jawab: Penghasilan yang dapat digabung dari PT. Mandiri yang bersumber dari luar negeri dengan penghasilan dari dalam negeri tahun pajak 2002 adalah penghasilan angka 1, 2 dan 3. Sedang penghasilan pada angka 4 dihgabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dalam negeri tahun pajak 2003.

Batas Maksimum Kredit Pajak Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan Batas Maksimum Kredit Pajak Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini: 1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri 2. (Penghasilan luar negeri: Seluruh penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri) Contoh: PT Cemara memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Penghasilan dari luar negeri Rp 5. 000, dengan tarif pajak sebesar 40% 2. Penghasilan Usaha di Indonesia. Rp. 3. 000. Maka jumlah penghasilan netto adalah: Rp 5. 000, + 3. 000. = 8. 000. Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut: 1. PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah: 40% x Rp 5. 000 = Rp 2. 000 2. ( 5. 000 : 85. 000) x Rp 2. 382. 500. 000 = Rp 1. 4879. 062. 500 3. PPh terutang(menurut tarif pasal 17) = 2. 382. 500. 000

PPh terutang pasal 17 10% x 50. 000 15% x 50. 000 30% x PPh terutang pasal 17 10% x 50. 000 15% x 50. 000 30% x 7. 900. 000 Total PPh Terutang Rp 5. 000 Rp 7. 500. 000 Rp 2. 370. 000 Rp 2. 382. 500. 000 Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar Rp. 1. 489. 062. 500 Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara (Per Country Limitation) Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara. Contoh: PT Diaswati memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Di Negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 2000. 000, dengan tarif sebesar 35% (Rp 700. 000). 2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1. 000, dengan tarif pajak sebesar 20% (Rp 200. 000) 3. Penghasilan usaha di Iondonesia Rp 5. 000

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah: 1. Penghasilan Luar Negeri a. Laba di negeri Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah: 1. Penghasilan Luar Negeri a. Laba di negeri A Rp 1. 000, b. Laba di negeri B Rp 2. 000, Jumlah penghasilan luar negeri Rp. 3. 000, 2. Penghasilan dalam negeri Rp. 5. 000, 3. Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya adalah: Rp 3. 000, + Rp. 5. 000, = Rp. 8. 000, 4. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = 2. 382. 500. 000. PPh terutang pasal 17 10% x 50, 000 = 5. 000, 15% x 50. 000 = 7. 500. 000, 30% x 7. 900. 000 = 2. 370. 000, Total Pajak Terutang = 2. 382. 500. 000 Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah: a. Untuk Negara A: (Rp 2. 000 : 8. 000) x 2. 382. 500. 000 = 595. 625. 000 Pajak terutang di negara A sebesar 700. 000. , maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 595. 625. 000

Untuk negara B: (Rp 1. 000 : 8. 000) x 2. 382. 500. 000 Untuk negara B: (Rp 1. 000 : 8. 000) x 2. 382. 500. 000 = 297. 812. 500 Pajak terutang di negara B sebesar Rp 200. 000, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 200. 000 6. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenanlan adalah sebesar Rp 595. 625. 000 + Rp 200. 000 = 795. 625. 000, Rugi Usaha di Luar Negeri Dalam menghitung PKP, tidak dihitung kerugian yang diderita di luar negeri. Contoh: PT Fiskal memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Dinegara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 1. 000, dengan tarif pajak 35% (Rp. 350. 000) 2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3. 000, dengan tarif pajaksebesar 20% (Rp 600. 000) 3. Di negara C, menderita kerugian sebesar Rp 2. 000 4. Penghasilan usaha di Indonesia Rp 4. 000

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan Luar Negeri: a. Laba Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan Luar Negeri: a. Laba di negeri A, Rp 1. 000 b. Laba di negeri B, Rp 3. 000 Rugi di negeri C, Jumlah Penghasilan luar negeri Rp 4. 000, 2. Penghasilan dalam negeri Rp. 4. 000 3. Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajak adalah: Rp. 4. 000 + Rp. 4. 000 = Rp. 8. 000 4. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 2. 382. 500. 000 PPH terutang pasal 17 10% x 50, 000 = 5. 000, 15% x 50. 000 = 7. 500. 000, 30% x 7. 900. 000 = 2. 370. 000, Total Pajak Terutang = 2. 382. 500. 000 5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah: . Untuk Negara A: (Rp 1. 000 : 8. 000) x 2. 382. 500. 000 =297. 812. 500 Pajak terutang di negara A sebesar 350. 000. , maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 297. 812. 500

Untuk negara B: (Rp 3. 000 : 8. 000) x 2. 382. 500. 000 Untuk negara B: (Rp 3. 000 : 8. 000) x 2. 382. 500. 000 = 893. 437. 500 Pajak terutang di negara B sebesar Rp 600. 000, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 600. 000 Di negara C PT Fiskal menderita kerugian sebesar Rp 2. 000. Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dallam penghitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah Rp 297. 812. 500 + 600. 000 = 897. 812. 500, Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri, WP wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampiri: 1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri 2. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri 3. Dokumen pembayaran pajak luar negeri Penyampaian permhonan kredit pajak yang terutang atau ndibayar diluar negeri tersebut dilakukan bersama dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

BAG. 11 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 (PPh PASAL 25) Ketentuan pasal 25 UU Pajak BAG. 11 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 (PPh PASAL 25) Ketentuan pasal 25 UU Pajak Penghasilan mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam tahun berjalan. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan: 1. WP Membayar sendiri (PPh pasal 25) 2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21, 22, 23. dan 24). Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25 Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan Pasal 23, serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak

Contoh: Jumlah pajak penghasilan Tuan Dias yang terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2001 Contoh: Jumlah pajak penghasilan Tuan Dias yang terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2001 Pada tahun 2000, telah dibayar dan dipotong atau dipungut: 1. PPh Pasal 21 2. PPh pasal 22 3. PPh Pasal 23 4. PPh Pasal 25 Rp 30. 000 Rp 8. 000 2. 000 12. 000 24. 000 Kurang/lebih bayar (pasal 29) tahun 2001 Besarnya angsuran PPh pasal 25 tahun 2002 adalah: PPh yang terutang tahun 2002 Pengurang: 1. PPh Pasal 21 Rp 8. 000 2. PPh pasal 22 2. 000 3. PPh Pasal 23 2. 000 Rp 6. 000 Rp. 30. 000 (Rp 12. 000) Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2202 Rp. 18. 000 Besaarnya PPh pasalk 25 tahun 2002 per bulan: Rp 18. 000/12 = Rp 1. 500. 000 Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun 2002 sebesar Rp 1. 500. 000

Beberapa Masalah/Kasus Untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25 1. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum Beberapa Masalah/Kasus Untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25 1. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu. Contoh: Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh 2001 pada bulan Maret 2002. Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2001 adalah Rp 1. 500. 000. Maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2002 masing-masing Rp. 1. 500. 000, 2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP tahun pajak yang lalu Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP. Contoh: Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahuan Pajak Pengahasilan tahun pajak 2001 yang disampikan WP dalam bulan Maret 2002, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sebesar Rp 1. 250. 000. Dalam bulan Juni 2002 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun 2001 yang menghasilkan besarnya angsiran pajak setiap bulan Rp 2. 000. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2002 adalah sebesar Rp 2. 000. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dan angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahuan (SPT).

Hal-hal tertentu untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Dirjen Pajak diberi wewenang untuk Hal-hal tertentu untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Dirjen Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus sendiri oleh WP dalam tahun berjalan, apabila: 1. WP berhak atas kompensasi kerugian 2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur 3. SPT Tahuan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah l; ewat batas waktu yang ditentukan 4. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh 5. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan 6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP Tertentu Lainnya. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 522/KMK/04/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 84/KMK/03/2002, besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP baru dihitung berdasarkan jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank tau sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) , adalah sebesar jumlah Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut keuangan triwulanan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang dibayar/terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank, sewa guna usaha dengan Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank, sewa guna usaha dengan opsi (financial lease), yang merupakan WP baru, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilamn Pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah Pajak yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba-rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan dibagi 12. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi WP Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu ditetapkan 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan WP Orang Peribadi Pengusaha Tertentu adalah WP yang melakukan kegiatan usaha dibidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasukl kendaraan bermotor dan restoran. Besarnya ngsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun kecuali WP bank dan WP Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tariuif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan oleh RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri pada tahun pajak yang lalu, dibagi 12 Apabila ada sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi, maka d asar penghitungannya PPh pasal 25 adalah Pjak Penghasilan yang terutang atas PKP yang dihitung dari penghasilan netto menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang belum dikompensasi tersebut.

BAG. 12 PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 (PPH PASAL 26) KETENTUAN PASAL 26 UU PPh BAG. 12 PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 (PPH PASAL 26) KETENTUAN PASAL 26 UU PPh Mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima/diperoleh WP Luar Negeri (WP Orang Pribadi atau WP Badan) selain BUT Wajib Pajak PPh Pasal 26 WP luar Negeri (Orang Pribadi/Badan) selain BUT yang menerima atau memperoleh penghasilan Objek Pajak (1) Dividen; (2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambilan uang; (3) Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; (4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; (5) Hadiah dan pengharga (6) Pensiunan dan pembayaran berkala lainnya; (7) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; (8) Premi asuransi, termasuk premi reasuransi; (9) PKP sesudah dikurangi PPh BUT, kecualai penghasilan tersebut ditanamkan kembali di indonesia

Tarif dan Penerapannya (1) Dividen; (2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan Tarif dan Penerapannya (1) Dividen; (2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambilan uang; (3) Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; (4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; (5) Hadiah dan pengharga (6) Pensiunan dan pembayaran berkala lainnya; dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari jumlah penghasilan bruto PPh Psasal 26 = Penghasilan Bruto x 20% (1) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; (2) Premi asuransi, termasuk premi reasuransi; dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari jumlah penghasilan netto PPh Psasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Netto) x 20% Atas PKP sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu BUT di Indonesia, kecuali ditanamkan kembali di Indonesia, dikenakan tarif pemotongan sebesar 20% Penaman kembli tersebut harus memenuhi syarat: 1. Peneneman kemnbali dalam bentuk penyertaan modal dapa perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri 2. Dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambatnya tahun pajak berikutnya 3. Tidak mengalihkan penanaman tersebut sekurangnya dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi kommersiil PPh pasal 26 = (PKP - PPh terutang) x 20%

Contoh: Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike bertempat tinggal kurang Contoh: Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike bertempat tinggal kurang dario 183 hari. Mike sudah beristri, dan mempunyai seorang anak. Dalam bulan Desember 1999, Mike memperoleh gaji US$ 5. 000 sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp 6. 500 -per US$ 1 Penghitungan PPh Pasal 26: 5. 000 x Rp 6. 500; = Rp 32. 500. 000 Penerapan tarif: 20% x Rp 32. 500. 000; = Rp 6. 500. 000 PPh Pasal 26 atas gaji Mike bulan Desem, ber 1999 adalah Rp. 6. 500. 000 Sifat Pemotongan 1. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia 2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimanan tersebut dalam PPh pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud 3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi WP dalam negeri atau BUT

115 115

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH 1. PENGANTAR PPN INDONESIA. 2. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH 1. PENGANTAR PPN INDONESIA. 2. OBYEK PPN INDONESIA. 3. SUBYEK PPN INDONESIA. CONTOH 8. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM) 9. FASILITAS DI BIDANG PPN & PPn BM 4. FAKTUR PAJAK. 10. RESTITUSI PPN & PPn BM 5. PENGKREDITAN PM VS PK. 11. PERHITUNGAN KEMBALI PM YANG TELAH DIKREDITKAN 6. PEMUNGUT PPN 7. PENGISIAN SPT MASA PPN -1195 12. PENGISIAN SPT MASA PPN 1195 116

Karakteristik PPN Indonesia Pajak Tidak Langsung Pajak Obyektif Pemikul beban pajak dg Penanggungjawab pembayaran Karakteristik PPN Indonesia Pajak Tidak Langsung Pajak Obyektif Pemikul beban pajak dg Penanggungjawab pembayaran Pajak ke Kas Negara berada pihak yang berbeda. Timbulnya kewajiban pajak sangat ditentukan oleh adanya obyek pajak Multy Stage Levy PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun distribusi BKP/JKP Non Cumulative Tidak Menimbulkan Pengenaan Pajak Berganda ( Non Cascade Effect / Non Double Taxation. Indirect Substraction Credit/Invoice Method Metode Penghitungan PPN yang akan disetor ke KN dg cara mengurangkan PPN atas Perolehan dengan PPN atas Penyerahan Barang atau Jasa Pajak Atas Konsumsi Dalam Negeri PPN hanya dikenakan atas barang / jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia Tarif Tunggal PPN dikenakan tarif 10 % atas Dasar Pengenaan Pajak B

Bank Persepsi Pajak Tidak Langsung DJP FAKTUR PAJAK Penjual PKP Penanggungjawab BKP / JKP Bank Persepsi Pajak Tidak Langsung DJP FAKTUR PAJAK Penjual PKP Penanggungjawab BKP / JKP : 1000 PEMBAY : HJ + PPN Pembeli Pemikul Beban Pajak

PT BOGASARI PT INDOFOOD Harga Jual 100 juta PPN 10% 10 juta TAGIHAN 110 PT BOGASARI PT INDOFOOD Harga Jual 100 juta PPN 10% 10 juta TAGIHAN 110 juta PT INDOMARCO Harga Jual 160 juta PPN 10% 16 juta TAGIHAN 176 juta Indofood membayar PPN 10 juta Indofood memungut PPN 16 juta Setor ke Negara 6 juta Dianggap Bayar ke negara ke suplier ke konsumen

MEKANISME PEMUNGUTAN PPN INDONESIA (PSL 4 (1) hrf g, 4 (3) hrf f UU MEKANISME PEMUNGUTAN PPN INDONESIA (PSL 4 (1) hrf g, 4 (3) hrf f UU PPh Indonesia) FAKTUR PAJAK PKP B BKP/JKP PKP A PEMBAY : HJ + PPN FP Dari PKP A mrp bukti pembayaran PPN sbg bukti utk Pengkreditan PM FP yg dibuat PKP A akan dilaporkan sbg Pajak Keluaran (PK) dalam SPT Masa PPN 120 B

MEKANISME PEMUNGUTAN PPN INDONESIA (PSL 4 (1) hrf g, 4 (3) hrf f UU MEKANISME PEMUNGUTAN PPN INDONESIA (PSL 4 (1) hrf g, 4 (3) hrf f UU PPh Indonesia) FAKTUR PAJAK PKP B BKP/JKP PKP A BKP/JKP PEMBAY : HJ + PPN PAJAK KELUARAN PAJAK MASUKAN LEBIH BANYAK MANA? PKP C PEMBAY : HJ + PPN FP yg dibuat PKP A akan dilaporkan sbg Pajak Keluaran (PK) dalam SPT Masa PPN FP yang diterima dari PKP C dilaporkan sebagai Pajak Masukan Dalam SPT Masa PPN 121 B

PKP B SEPATU Tanggal 10 Juni Pembelian 28 PAJAK KELUARAN PAJAK MASUKAN KURANG BAYAR PKP B SEPATU Tanggal 10 Juni Pembelian 28 PAJAK KELUARAN PAJAK MASUKAN KURANG BAYAR (LEBIH BAYAR) NIHIL Penjualan KULIT PKP C Keterangan 300 juta 15 22 PKP A 400 juta 220 juta Harga tmsk PPN 176 juta 40 + 16 = 56 30 + 20 = 50 6 Harga tmsk PPN Disetor ke kas negara Paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. . JULI Dilaporkan paling lambat 20 JULI 2006 B

PKP B SEPATU PKP A Pembayaran KULIT PKP C Tanggal Pembelian Keterangan 10 Juli PKP B SEPATU PKP A Pembayaran KULIT PKP C Tanggal Pembelian Keterangan 10 Juli 10 juta Bayar Uang muka (barang blm dikirim) 18 190 juta Penerimaan barang (sisa dibayar tgl 10 Sept ) 25 40 juta penerimaan uang muka penjualan 31 120 juta terima pelunasan penjualan barang dikirim sudah dikirim 30 Mei PAJAK KELUARAN PAJAK MASUKAN KURANG BAYAR (LEBIH BAYAR) NIHIL 4 = 4 1 + 18 = 19 (15) Dilaporkan paling lambat 20 AGUSTUS 2006 B

MEKANISME PEMUNGUTAN PPN INDONESIA (PSL 4 (1) hrf g, 4 (3) hrf f UU MEKANISME PEMUNGUTAN PPN INDONESIA (PSL 4 (1) hrf g, 4 (3) hrf f UU PPh Indonesia) FAKTUR PAJAK PKP B FP Dari PKP A mrp bukti pembayaran PPN sbg bukti utk Pengkreditan PM BKP/JKP PEMBAY : HJ + PPN FP + SSP PKP A BKP/JKP FP yg dibuat PKP A akan dilaporkan sbg Pajak Keluaran (PK) dalam SPT Masa PPN PEMUNGUT PPN PEMBAY : HJ BKP PPN tdk dibayarkan kpd PKP A tp disetor sendiri oleh Pemungut PPN dg SSP FP & SSP yang telah disetor akan dikembalikan PPN - Abdul Gani 124 B

Penyer BKP/JKP Penagihan 12/9/2000 Saat Pajak Terutang Pembayaran 18/11/2000 SSP Diterima (Terlampir) 1195. C. Penyer BKP/JKP Penagihan 12/9/2000 Saat Pajak Terutang Pembayaran 18/11/2000 SSP Diterima (Terlampir) 1195. C. 4. 1. 1 10/2/2001 Buat : 1. FP 18/11/2000 Diisi Lengkap 2. SSP Diisi : Identitas, Jml Pjk SPT Masa PPN Bln Feb 01 Utk PKP Rekanan Utk Pemungut PPN Arsip PKP Utk PKP Melalui Pemungut PPN FP Utk KPP Melalaui KPKN SSP Belum Diterima 1195. C. 4. 1. 2 Utk PKP Rek. Lamp SPT Utk Bank/Kant Pos SSP Arsip Pemungut PPN 125 B

Penyer. BKP di dlm Daerah Pabean dilakukan oleh Pengusaha Impor Barang Kena Pajak Penyer. Penyer. BKP di dlm Daerah Pabean dilakukan oleh Pengusaha Impor Barang Kena Pajak Penyer. JKP di dlm Daerah Pabean dilakukan oleh Pengusaha Pemanfaatan BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Psl 4, 16 C & 16 D UU PPN 1984 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Ekspor BKP yang dilakukan oleh PKP Kegiatan membangun sendiri yg dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/pekerjaan (Pasal 16 C) Penyerahan Aktiva oleh PKP, yg menurut tujuan semula aktiva tsb tdk utk diper-jualbelikan , sepanjang PPN yang dibayar atas perolehannya dapat dikreditkan 126 B

CONTOH KASUS n n n Jika kita menyantap makanan di restoran, biasanya di dalam CONTOH KASUS n n n Jika kita menyantap makanan di restoran, biasanya di dalam struk tagihan terdapat tax 10%. Apakah ini PPN ? PT Model Agency menandatangani kontrak dengan Agency Inc. yang berkedudukan di US dengan nilai USD 50, 000 untuk 2 model asing. Berapa PPN terutang dan bagaimana mekanisme pemungutannya jika diketahui kurs pajak yang berlaku pd saat kontrak adalah Rp 10. 000/USD? PT ABG yang bergerak di bidang penerbangan memiliki cabang di London. Pada bulan April 2005 PT ABG meminta jasa konsultan teknik dari British Airways. Penyerahan jasanya dilakukan di London untuk kepentingan Cabang PT ABG di London, sedangkan tagihannya dialamatkan ke PT ABG Jakarta. Apakah atas tagihan tersebut terutang PPN? Siapa yang harus memungut PPN-nya dan bagaimana mekanisme pemungutannya? B

BARANG DAN JASA YG TIDAK DIKENAKAN PPN (NEGATIVE LIST-BKP/JKP) PASAL 4 A UU PPN BARANG DAN JASA YG TIDAK DIKENAKAN PPN (NEGATIVE LIST-BKP/JKP) PASAL 4 A UU PPN 1984 NON-BKP : 1. 2. 3. 4. BARANG HASIL PERTAMBANGAN ATAU HASIL PENGEBORAN YG DIAMBIL LANGSUNG DR SUMBERNYA: MINYAK MENTAH, GAS BUMI, PANAS BUMI, PASIR & KERIKIL, BIJIH BESI DLL; BARANG 2 KEBT. POKOK YG SGT DIBUTUHKAN O/ RAKYAT BANYAK: BERAS, GABAH, JAGUNG, SAGU, KEDELAI DAN GARAM; MAKANAN DAN MINUMAN YG DISAJIKAN DI HOTEL, RESTORAN, RUMAH MAKAN, WARUNG, & SEJENISNYA; UANG, EMAS BATANGAN, DAN SURAT-SURAT BERHARGA. NON-JKP, JASA DI BIDANG : 1. 2. 3. PELAYANAN KESEHATAN MEDIK; PELAYANAN SOSIAL; PENGIRIMAN SURAT DG PERANGKO; 4. PERBANKAN, ASURANSI, SGU DG HAK OPSI; 5. KEAGAMAAN; 6. PENDIDIKAN; 7. KESENIAN DAN HIBURAN YG TELAH DIKENAKAN PAJAK TONTONAN; 8. PENYIARAN YG BUKAN IKLAN; 9. ANGKUTAN UMUM DI DARAT & AIR; 10. TENAGA KERJA; 11. PERHOTELAN; DAN 12. JASA YG DISEDIAKAN PEMERINTAH DLM RANGKA MENJALANKAN PEMERINTAHAN SCR UMUM. 128 B

Apakah atas penyerahan ini terutang PPN ? Jelaskan jawaban Saudara beserta dasar hukumnya dan Apakah atas penyerahan ini terutang PPN ? Jelaskan jawaban Saudara beserta dasar hukumnya dan kapan mulai berlakunya ! ( Asumsi yang dipakai adalah apabila barang dan/atau jasa yang diserahkan adalah BKP/JKP maka yang menyerahkannya adalah Pengusaha Kena Pajak – PKP ) Jenis Transaksi Bisnis Klarifikasi Obyek / Bukan OP BOP 1) Show room kendaraan bermotor bekas meyerahkan mobil bekas 2) Selaku PKP, PT. EKSPORT UTAMA mengekspor kedelai ke Turki 3) PT. BATA menyerahkan sepatu secara konsinyasi kpd PT. Matahari PP 4) Siman selaku pengusaha karoseri yang sudah dikukuhkan sebagai PKP, menjual salah satu mesin bubutnya yang merupakan barang modal bagi perusahaannya 5) CV Griya Susun adalah perusahaan konstruksi. Pada tahun 2001 membangun ruangan kantornya seluas 250 m 2 6) Perusahaan roti “BMW” meminjam 10 zak tepung terigu dari perusahaan roti “oemar Bakeri “ 7) Perusahaan Asuransi menjual mobil Derek yg digunakan dalam kegiatan operasional 8) PT. Grahadhika Santika menjual asset berupa hotel dan aktiva lainnya ke PT. Graha Nyess 129 B

KARENA PPN MERUPAKAN PAJAK OBYEKTIF, MAKA PENGENAANNYA HARUS DILIHAT DARI OBYEKNYA… OBYEK PPN : KARENA PPN MERUPAKAN PAJAK OBYEKTIF, MAKA PENGENAANNYA HARUS DILIHAT DARI OBYEKNYA… OBYEK PPN : n n n Pasal 4 Undang-Undang PPN Pasal 16 C Undang-undang PPN Pasal 16 D Undang-undang PPN

OBYEK PPN Pasal 4 UU PPN 1. 2. 3. 4. 5. 6. Penyerahan BKP OBYEK PPN Pasal 4 UU PPN 1. 2. 3. 4. 5. 6. Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean Impor BKP Penyerahan JKP di dalam daerah pabean Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Ekspor BKP

OBYEK PPN Pasal 16 C UU PPN ; n Pengenaan PPN atas kegiatan membangun OBYEK PPN Pasal 16 C UU PPN ; n Pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri yang tidak dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi maupun badan.

OBYEK PPN Pasal 16 D UU PPN ; n Penyerahan aktiva yang menurut tujuan OBYEK PPN Pasal 16 D UU PPN ; n Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperdagangkan oleh Pengusaha Kena Pajak sepanjang Pajak Masukannya pada saat perolehan dapat dikreditkan.

Jenis barang yang tidak dikenakan PPN; 1. 2. 3. 4. Barang hasil pertambangan atau Jenis barang yang tidak dikenakan PPN; 1. 2. 3. 4. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya yang meliputi minyak mentah, gas bumi, panas bumi, batubara, pasir dan kerikil, dsb. Barang-barang kebutuhan pokok yang meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh catering. Uang, emas batangan dan surat berharga.

Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN; 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jasa di Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN; 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik. Jasa di bidang pelayanan sosial. Jasa Pengiriman surat dengan perangko. Jasa di bidang perbankan, asuransi dan sewa guna usaha dengan hak opsi. Jasa di bidang keagamaan. Jasa di bidang Pendidikan

Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN; 7. 8. 9. 10. 11. 12. Jasa di Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN; 7. 8. 9. 10. 11. 12. Jasa di bidang kesenian yang telah dikenakan pajak tontonan. Jasa di bidang penyiaran adalah jasa penyiaran radio dan televisi baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial. Jasa komersial angkutan umum di darat dan air, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun swasta. Jasa di bidang tenaga kerja, termasuk jasa penyediaan jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja. Jasa di bidang perhotelan, meliputi jasa persewaan kamar serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu, dan jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

Tidak termasuk penyerahan BKP adalah ; 1. 2. 3. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana Tidak termasuk penyerahan BKP adalah ; 1. 2. 3. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUH Dagang Penyerahan BKP untuk jaminan hutang piutang Penyerahan pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang bagi pengusaha yang mendapat ijin pemusatan.

CONTOH KASUS n n n n PT DELE JAYA menjual 5 ton kedele kepada CONTOH KASUS n n n n PT DELE JAYA menjual 5 ton kedele kepada PT KECAP ENAK Pak Wisnu, pengusaha tempe keripik kaliber internasional mengekspor produknya ke Ethiopia Rumah Makan Wong Solo menjual tahu & tempe kepada pembelinya. PT Indogrosir menjual beras yang dikemas @ 5 kg kepada konsumen PT Indogrosir menjual sabun “LOOK” kepada konsumen UD. Lancar menjual 10 ton pasir kepada PT JAYA Konstruksi PT Indofood menyumbang mie instan ke Aceh PT Indofoot, produsen sandal, memberikan sandal jepit kepada karyawannya B

CONTOH KASUS n n n n PT Bank BRI memberikan bunga deposito kepada nasabahnya CONTOH KASUS n n n n PT Bank BRI memberikan bunga deposito kepada nasabahnya Kantor Akuntan Publik BAMBANG & Rekan memberikan jasa audit kepada STIE YKPN RS DR Sardjito memberikan pelayanan medis kepada mahasiswa STIE YKPN PT MIO menyewakan sepeda motor kepada konsumennya Hotel MELIA menyewakan kamar hotel kepada konsumennya RCTI menyiarkan iklan layanan umum dari Menteri Kesehatan TVRI menyiarkan iklan komersial sabun “COLEK” B

Subyek Pajak 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Orang pribadi atau badan dalam Subyek Pajak 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya ; menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

PENGUSAHA KENA PAJAK NON PENGUSAHA KENA PAJAK 141 B PENGUSAHA KENA PAJAK NON PENGUSAHA KENA PAJAK 141 B

KEWAJIBAN PKP 1. 2. 4 M 3. 4. Melaporkan Usahanya Untuk Dikukuhkan Sebagai Pengusaha KEWAJIBAN PKP 1. 2. 4 M 3. 4. Melaporkan Usahanya Untuk Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak Memungut Pajak Yang Terutang membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan JKP. Menyetorkan Pajak Yg Terutang Menyelenggarakan Pembukuan Sesuai Ketentuan UU Melaporkan Pajak Terutang mengisi dan menyampaikan SPT Masa (20 hari setelah akhir Masa Pajak). 142 B

Pengusaha Kecil (Keputusan Menteri Keuangan nomor 552/WPJ. 04/2000) pengusaha yang selama satu tahun buku Pengusaha Kecil (Keputusan Menteri Keuangan nomor 552/WPJ. 04/2000) pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 600. 000, 00 (enam ratus juta rupiah). 143

KAPAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK (menagih PPN) • Pembayaran uang muka/lunas • Pengiriman barang SEBESAR KAPAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK (menagih PPN) • Pembayaran uang muka/lunas • Pengiriman barang SEBESAR UANG MUKA SEBESAR NILAI PENGIRIMAN - UANGMUKA 144

PM yang dapat dikreditkan • PM yang berkaitan dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan PM yang dapat dikreditkan • PM yang berkaitan dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha yang penyerahannya terutang PPN, yaitu pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan : – distribusi – produksi – pemasaran – manajemen • Bukti pemungutannya tercantum dalam Faktur Pajak Standar yang lengkap (tidak cacat). 145 B

Sanksi Denda Rp 50. 000, - PKP yg terlambat menyampaikan SPT Masa Bunga sebesar Sanksi Denda Rp 50. 000, - PKP yg terlambat menyampaikan SPT Masa Bunga sebesar 2% PKP yg terlambat membayar Denda sebesar 2% dari DPP • pengusaha yg seharusnya melaporkan usahanya u/ dikukuhkan sbg PKP ttp tdk melaporkan • Pengusaha yg bukan PKP ttp membuat FP • PKP yg tdk membuat FP atau membuat FP ttp tdk tepat waktu atau tdk mengisi lengkap 146 B

Perolehan BKP / JKP (1 bulan) Pajak Keluaran (PK) (PPN atas penyerahan BKP/JKP) Faktur Perolehan BKP / JKP (1 bulan) Pajak Keluaran (PK) (PPN atas penyerahan BKP/JKP) Faktur Pajak Penyerahan BKP / JKP (1 bulan) Pajak Masukan (PM) (PPN atas pembelian/perolehan BKP/JKP) Hasil selisih; KB/LB/N =…. . KB = kurang bayar ; PK> PM LB = Lebih bayar ; PM> PK N = Nihil PK= PM 147 B

Cara Kerja PPN dikenakan atas pertambahan nilai (value added) dari barang yang dihasilkan atau Cara Kerja PPN dikenakan atas pertambahan nilai (value added) dari barang yang dihasilkan atau diserahkan oleh PKP, apakah ia pabrikan, importir, agen utama, atau distributor utama. Secara umum, pajak dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi dengan tidak ada unsur pemungutan pajak berganda. Dengan demikian, sistem PPN: 1. Dikenakan atas penyerahan 2. Dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi 3. Mekanisme Kredit Pajak (metode faktur pajak). Contoh: A. Pertambahan Nilai: 1. Beli: a. Bshan Baku 2. 000 b. Bahan Pembantu 1. 000 c. Spare Parts dan lain-lain 1. 000 4. 000 2. Biaya: Penyusutan 250 Bunga Modal 750 Gaji/Upah 1. 000 Manajemen 7500 Laba Usaha 7. 500 148 3. 500

3. Harga Jual Keluaran (ouput) Masukan (input) Pertambahan Nilai (J-B) 7. 500 4. 000 3. Harga Jual Keluaran (ouput) Masukan (input) Pertambahan Nilai (J-B) 7. 500 4. 000 3. 500 PPN Tingkat Pabrik 149

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn. BM) Pertimbangan munculnya • Keseimbangan pembebanan pajak antara PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn. BM) Pertimbangan munculnya • Keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen berpenghasilan rendah dengan tinggi • Perlu pengendalian pola konsumsi atas barang tergolong mewah (BKPTM) • Perlindungan pada produsen kecil/lemah • pengamanan penerimaan negara Dikenakan PPN Produsen/Importir BKPTM Dikenakan PPn. BM • Penyerahan BKP yang tergolong Mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKPTM tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaan • Impor BKPTM oleh siapapun Catatan: • PPn. BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN hanya sekali pungut, saat penyerahan BKPTM oleh pengusaha yang menghasilkan atau saat impor. • Oleh karena itu PPn. BM tidak boleh dikredit kan dengan PPn. BM yang terutang. • Prinsip pungutan hanya sekali, saat; 1. Penyerahan oleh pabrikan atau produsen BKPTM 2. Impor BKKPTM 150

. PPN & PPn. BM TARIF Dasar Pengenaan Pajak (DKP) • Harga Jual • . PPN & PPn. BM TARIF Dasar Pengenaan Pajak (DKP) • Harga Jual • Nilai Pengganti • Nilai Impor P P N P P n B M • Nilai eksport • Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan • Tarif PPN yang berlaku 10% • Sedang PPN atas ekspeort BKP, maksudnya adalah 0%, artinya bukan berarti pembebasan pengenaan PPN, melainkan Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang dieksport dapat dikreditkan • Tarif PPn. BM terdapat pengelompokkan tarif, yaitu paling rtendah 0% paling tinggi 75%. Tarif PPn. BM yang berlaku saat ini adalah: 10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 70%. 151

. CARA MENGHITUNG PPN PPn. BM PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif PPn. . CARA MENGHITUNG PPN PPn. BM PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif PPn. BM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Contoh: • PKP “A” menjual tubai BKP kepada PKP “B” dengan Harga Jual Rp 5. 000. PPN terutang: 10% x Rp 25. 000 = Rp 2. 500. 000 PPn sebesar Rp 2. 500. 000 tersebut merupakan pajak keluaran, yang dipungut oleh PKP “A”. Sedang bagoi PKP “B”, PPN tersebut , erupakan pajak Masukan. • Seseorang mengimpor BKP dari Luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor Rp 15. 000. PPN yang dipungut melalui Dirjen Bea dan Cukai = 10% x Rp 15. 000 = Rp 1. 500. 000. 152

MEKANISME KREDIT PAJAK . Membayar PPN P K P • Pembeli BKP • Penerima MEKANISME KREDIT PAJAK . Membayar PPN P K P • Pembeli BKP • Penerima JKP • Pihak pemanfaat BKP dari luar Daerah Pabean • Pihak pemanfaat JKP dari luar Daerah Pabean Bukti pungutan PPN Pajak Masukan Dikreditkan dengan (yg dipungut dlm masaa pajak yang sama) Jika belum dikreditkan Pajak Keluaran Dikreditkan pada masa berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yg bersangkutan sepanjang belum dibebankan sgb biaya dan blm dilakukan pemeriksaan Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, Maka pajak masukan tetap dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dibayarkan untuk perolehan BKP/JKP dikreditkan dengan Pajak Masukan ditempat PKP dikukuhkan. Jika Pajak Keluaran >Pajak Masukan, selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar ke Kas Negara. Jika sebaliknya keadaanya, makaselisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimninta kembali (restitusi)/kompensasi 153

Contoh: 1 • Selama bulan takwim terjadi sebagai berikut; • Membeli bahan baku dan Contoh: 1 • Selama bulan takwim terjadi sebagai berikut; • Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 100. 000 Pajak Masukan yang harus dibayar elalui pabrikan adalah: 10% x Rp. 100. 000 = 10. 000 • Penjualan hasil produksi Rp 60. 000 • Pajak Keluaran yang harus dibayar 10% x 60. 000 = 6. 000 • PPN yang lebih bayar dalam Masa Pajak yang bersangkutan: 10. 000 - 6. 000 - 4. 000 • Kelebihan tersebut dapat dikompensasikan dengan pajak terutang masa pajak berikutnya atau dapat diminta kembali (restitusi) Contoh: 2 • Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 80. 000 • Pajak Masukan yang harus dinayar 10% x 80. 000 = Rp 8. 000 • Penjualan hsil produksi Rp 180. 000 • Pajak keluaran 10% x 180. 000 = 18. 000 • PPN yang masih harus dibayar ke Kas Negara= Rp 18. 000. - 8. 000 = 10. 000 154

Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan 1. Perolehan BKP dan JKP sebelum dikukuhkan sebagai Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan 1. Perolehan BKP dan JKP sebelum dikukuhkan sebagai PKP 2. Perolehan BKP dan JKPO tidak ada kaitannya langsung dengan kegiatan atau usaha 3. Perolehan dan pemelihraan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP 5. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 93) UU PPN 6. Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutan pajaknyab berupa Faktur Pajak Sederhana 7. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (6) UU PPN 8. Perolehan BKP atau JKP yang Pihak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak 9. Perolehan BKP atau JKP yang pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 10. Berkenaan dengan: • Penyerahaan kendaraan bermotor bekas • penyerahan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha biro perjalanan atau biro wiraswasta • jasa pengiriman paket • jasa anjak piutang dan kegiatan membangun sendiri 155

, Saat Terutangnya Pajak Tempat Terutangnya Pajak 1. Penyrerahan BKP/JKP 2. Impor BKP 3. , Saat Terutangnya Pajak Tempat Terutangnya Pajak 1. Penyrerahan BKP/JKP 2. Impor BKP 3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean 4. Pemanfaatan JKPdari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean 5. Ekspor BKP 6. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKPsebelum BKP tidak berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean 1. Untuk penyerahan BKP/JKP: a. Tempat Tinggal. Tempat Kedudukan; b. Tempat kegiatan usaha 2. Untuk impor, ditempat BKP dimasukkan kedalam Daerah Pabean 3. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean, ditempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai WP 4. Untuk kegiatam membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, ditempat bangunan tersebut didirikan 5. Tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pajak 156

Faktur Pajak Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan Faktur Pajak Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor yang digunakan oleh Dirjen Bea dan Cukai. Setiap PKP yang melakukan penyerahan BKP dan JKP wajib membuat Faktur Pajak Dapat Berupa: 1. Faktur Pajak Standar 2. Faktur Pajak Gabungan 3. Faktur Pajak Sederhana 4. Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar oleh Dirjen Pajak Harus di cantumkan Faktur Pajak Standar 1. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP dan atau JKP 2. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP 3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Julah atau pe 4 ngganti, dan potongan harga 4. PPN dipungut 5. PPn. BM yang dipungut 6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak 7. Kode, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak 157

Pembuatan Faktur Pajak Standar Pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP/JKP Dibuat palinglambat pada akhir Pembuatan Faktur Pajak Standar Pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP/JKP Dibuat palinglambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP Pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP/JKP Dibuat paling lambat pada saat penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP Dalam hal Pepenyerahan sebagian tahap pekerjaan Dibuat paling lambat pada saat pembayaran termin Dalam hal Penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN, Dibuat paling lambat pada saat PKP Pmenyampaikan tagihan kepada pemungut PPN 158

Faktur Pajak Gabungan Untuk meringakan bban administrasi, kepada KPK diperkenankan untuk membuat satu Faktur Faktur Pajak Gabungan Untuk meringakan bban administrasi, kepada KPK diperkenankan untuk membuat satu Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan KBK atau JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima JKP yang sama. Faktur Pajak ini disebut Faktur Pajak Gabungan. Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP untuk menampung kegiatan penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Dirjen Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Pajak Sederhana yang paling sedikit memuat: 1. Nama, alamat, NPWP, yang menyerahkan BKP/JKP 2. Jenis dan kuantum 3. Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah 4. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana bisa berupa bon nota, kuitansi, bukti pembayaran, dan dokumrn lain yang sejenis. 159

. Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktutr Pajak • Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen . Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktutr Pajak • Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen • Nama dan alamat penerima dokumen • NPWP dalam hal penerima pajak adalah WP dalam negeri • Jumlah satuan barang jika ada • Dasar pengenaan pajak • Jumlah pajak yang terutanh kecuali dalam hal ekspor Harus memuat Sepanjang memenuhi syarat tersebut, dokumen ini dapat diberlakukan sebagai Faktur Pajak 1. Pemberiatahuan Impor Barang (PEB) yang dilampiri SSP dan atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai untuk impor BKP 2. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah di fiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Dirjen Bea dan Cukai dan dilampiri degan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut 3. Paktor Nota Bon penyerahan Barang (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBMM dan atau bukan BBM, 4. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOD/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu 5. Tnda pembayaran atau kuitansi telepon 6. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill) atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri 7. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau luar Daerah Pabean 8. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan 160

Penyerahan Kepada Pemungut PPN adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Penyerahan Kepada Pemungut PPN adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan atau JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. Berdasar pada peraturan, yang ditetapkan sebagai pemungut PPN adalah: 1. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) 2. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah, baik propinsi, Kota, maupun Kabupaten 3. Pertamina 4. Kontraktor-kontraktor Bagi Hasil dan Kontraktor Karya dibidang Minyak dan Gas Bumi, Panas Bumi, dan Pertambangan Umum lainnya 5. BUMN dan BUMD 6. Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah dan Bank pemungut Indonesia Pemungut PPN melakukan pembayaran atas penyerahan BKP danb atau JKP oleh PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPn. BM yang terutang oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan JKP. Pemungutan PPN dan PPn. BM dilakukan pada saat dilakukan pembayaran PKP. 161

PPN dan PPn. BM tidak dipungut dalam hal: 1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak PPN dan PPn. BM tidak dipungut dalam hal: 1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1000. 000 dan tidak merupakan pembayaran yangbterpecah-pecah 2. Pembayaran untuk pembebasan tanah 3. Pembayaran atau penyerahan BKP dan atau JKP yang menurut ketentuan perundangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN 4. Pembayaran atas penyerahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh Pertamina 5. Pembayaran atas rekening telepon 6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan 7. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN 162

Pemungutan PPN dan PPn. BM oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPKN • Bendaharawan Pemerintah adalah Pemungutan PPN dan PPn. BM oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPKN • Bendaharawan Pemerintah adalah bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran yang danannya dari APBN atau APBD. • Dasat Pemungutan pajaknya adalah Jumlah Pembayaran. • Dalam jumlah pembayaran tersebut sudah termasuk PPN dan PPn. BM yang terutang. • Sehingga, dalam hal penyerahan yang dilakukan hanya terutang PPN saja, PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran. Contoh: Jumlah Rp. 11. 000 Jumlah PPN yang dipungut: 10/110 x 11. 000 Rp 1. 000 Sisa yang dibayarkan kepada KPK sebesar 10. 000 Sedang dalam hal penyerahan BKPTM, disamping terutang PPN juga terutang PPn. BM, maka jumlah PPN dan PPn. BM yang dipungut adalah sebagai berikut: Dalam hal terutang PPn. BM (misalnya dikenakan PPn. BM sebesar 20%), maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/110 bagian dari jumlah pembayaran dan jumlah PPn. BM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran. Contoh: Penyerahan BKPTM yang dikenakan PPn. BM dengan tarif 20% jumlah pembayaran Rp. 13. 000 Jumlah PPN yang dipungut: 10/130 x 13. 000 Rp. 1. 000 Jumlah PPn. BM yang dipungut: 20/130 x 13. 000 Rp 2. 000 Sisa yang dibayarkan kepada PKP sebesar Rp 10. 000 163

Pengukuhan Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-undang PPN 1984 dikenakan pajak, wajib melaporkan usahannya pada Pengukuhan Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-undang PPN 1984 dikenakan pajak, wajib melaporkan usahannya pada Dirjen Pajak untuk dikukuhkan menjadi PKP, dan kepadanya diberi BPPKP. Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP tetapi tidak melaporkan usahannya untuk dikukuhkan sebagai PKP akan dikenakan sanksi perpajakan. SPT MASA PPN SPT Masa merupakan laporan bulanan yang dapat disampaikan oleh PKP, mengenai perhitungan: 1. Pajak Masukan berdasarkan realisasi pembelian BKP atau realisasi penerimaan JKP 2. Pajak Keluaran berdasarkan realisasi pengeluaran BKP/JKP 3. Penyetoran pajak atau kompensasi Bagi Pengusaaha Kena Pajak penyampaian SPT bersifa. T: 1. Wajib melaporkan perhitungan pajak tersebut kepada Dirjen Pajak 2. Dalam jangka waktu 20 hari setelah akhir Masa Pajak 3. Menngunakan formulir SPT Masa 4. Keterangan dokumen yang dicantum dan/atau dilampirkan pada SPT Masa Menteri Keuangan 5. SPT dianggap tidak dimasukkan jika atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan UUPPN 6. Perhatikan juga Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. ditetapkan oleh 164

PM yang dapat dikreditkan • PM yang berkaitan dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan PM yang dapat dikreditkan • PM yang berkaitan dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha yang penyerahannya terutang PPN, yaitu pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan : – distribusi – produksi – pemasaran – manajemen • Bukti pemungutannya tercantum dalam Faktur Pajak Standar yang lengkap (tidak cacat). 165 B

Kriteria FP Standar Cacat DIISI TIDAK LENGKAP DIBUAT SETELAH MELEWATI 3 BLN SETELAH JATUH Kriteria FP Standar Cacat DIISI TIDAK LENGKAP DIBUAT SETELAH MELEWATI 3 BLN SETELAH JATUH TEMPO PEMBUATAN FP NO SERI FP TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN YG TERDIRI DARI 3 KOMBINASI NPWP TDK ADA, CORETAN, JABATAN NAMA DAN/ATAU NPWP PEMBELI KELIRU RESIKO PM UNCREDITABLE BETULKAN KESALAHAN DG CARA DI TIP EX, CORET, DILEM KERTAS, DLL MENGGUNAKAN CAP TANDA TANGAN 166 B

PM yang tidak dapat dikreditkan Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 16 B ayat PM yang tidak dapat dikreditkan Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 16 B ayat (3) UU PPN 1984 jis. Psl 12 PP No. 143 / 2000 dan PP No. 24/2002 • • • Perolehan BKP/JKP sebelum pe-ngusaha dikukuhkan sebagai PKP Perolehan BKP/JKP yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi kecuali sbg barang dagangan atau disewakan. Pemanfaatan BKP tidak ber-wujud/JKP dari luar daerah pabean sebelum pengukuhan sebagai PKP Perolehan BKP/JKP dg bukti pu-ngutan berupa FP sederhana • Perolehan BKP/JKP dalam FP Standar cacat ( pasal 13 ayat 5) • Pemanfaatan BKP tidak berwujud /JKP dari luar daerah pabean, dalam FP yang tidak memenuhi ketentuan yang digariskan dalam Kep. Dirjen (pasal 13 ayat 6) • Perolehan BKP/JKP yang PM-nya ditagih melalui ketetapan pajak • Perolehan BKP/JKP yang PM nya tidak dilaporkan dalam SPM dan diketemukan pada saat pemeriksaan. • Perolehan BKP/JKP yg digunakan utk kegiatan usaha yg menghasilkan penyerahan yang dibebaskan dari 167 B pengenaan PPN (Psl 16 B ayat (3)

169 169

170 170

171 171

172 172

173 173

174 174

175 175

176 176

177 177

178 178

179 179

180 180

181 181

182 182

183 183

184 184

185 185

BAG. 14 BEA METERAI • Bea meterai adalah pajak atas dokumen • Dokumen adalah BAG. 14 BEA METERAI • Bea meterai adalah pajak atas dokumen • Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kekayaan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan • Benda Meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah RI • Tanda Tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan • Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainnya belum dilunasi sebagaimana mestinnya • Pejabat Pos adalah Pejabat PT POS dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian DASAR HUKUM UU No 13 Tahun 1985, Perpu No. 7 Tahun 1995 diubah dengan Perpu No 24 Tahun 2000 Sebab dikeluarkannya UU NO 13 • Agar lebih sempurna & sederhana • Hanya mengenal satu jenis materai yaitu 6. 000 & 3000 • Objek lebih luas Prinsip Pengenaan • Dikenakan atas dokumen (pajak dokumen) • Satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai • Rangkap/Tindasan (ikut ditanda tangani) 186 terutang Bea Meterai sama dengan aslinya

Tarif Bea Meterai Rp 6. 000 Rp 3. 000 Dikenakan atas 1. a. Surat Tarif Bea Meterai Rp 6. 000 Rp 3. 000 Dikenakan atas 1. a. Surat perjanjian, jasa, hibah, pernyataan yang dibuat dg tujuan sebg alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan/keadaan yg bersifat perdata b. Akta Notaris termasuk salinannya c. Akta yang dibuat oleh pejabat PPAT rangkapannya d. Surat yang memuat harga nominal diatas Rp 1. 000 (menyebutkan penerimaan uang, pembukuan/penyimpanan uang dll rekening bank, pemberitahuan saldo rekening bank, pengakuan utang uang sebagian/ seluruhnya telah dilunasi/diperhitungkan) e. Surat Berharga (wesel, promes, dan aksep yg harga nominalnya lebih dari Rp. 1. 000 f. Efek yang harga nominalnya diatas 1. 000 2. a. Dokumen yang digunakan alat pembuktian dimuka pengadilan (surat biasa/rumah tangga, b. Surat yang semula tdk dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, …. 1. Surat yang memuat nilai uang nominal 250. 000 s/d 1. 000 (menyebutkan penerimaan uang, pembukuan/ penyimpanan uang dll rekening bank, pemberitahuan saldo rekening bank, pengakuan utang uang sebagian/ seluruhnya telah dilunasi/diperhitungkan) 2. Surat Berharga (wesel, promes, dan aksep yg harga nominalnya lebih dari Rp. 250. 00 s/d 1. 000 3. Efek yang harga nominalnya 250. 000 s/d 1. 000 4. Cek dan Bilyet Giro dengan harga nominal berapapun 187

TIDAK DIKENAKAN BEA METERAI 1. Dokumen (SPB, Konosemen, Surat angkut penbumpang dan barang, Bukti TIDAK DIKENAKAN BEA METERAI 1. Dokumen (SPB, Konosemen, Surat angkut penbumpang dan barang, Bukti pengirimjan dan penerimaan barang, Surat pengiriman barang untuk dijual atau tanggung pengirim, Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat tersebut diatas). 2. Segala bentuk Ijazah 3. Tanda terima gaji, pensiun, uang tunggu, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran 4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank 5. Kuitansi untuk semua jenis pajak, dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan Bank 6. Tanda Penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi 7. Dokumen yang meyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak dibidang tersebut 8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian 9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam apapun. 188

SAAT TERUTANG BEA METERAI 1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah saat dokumen SAAT TERUTANG BEA METERAI 1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah saat dokumen itu diserahkan (bukan saat ditanda tangani) Misal, Kuitansi, cek, dll 2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak adalah pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang dituptup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. Misal: Surat perjanjian jual-beli 3. Dokumen yang dibuat diluar negeri, adalah pada saat digunakan di Indonesia. Bea Meterai yang terutang dilunasi dengan cara pemeteraian kemmudian. PIHAK YANG TERUTANG BEA METERAI Pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. CARA PENGGUNAAN BENDA METERAI 1. Meterai Tempel a. Direkatkan keseluruhan secara utuh tanpa rusak diatas dokumen yang dikenakan b. Materai tempel direkatkan dimana tanda tangan akan dibubuhkan c. Pembuhuhan tanda tangan disertai tanggal, bulan, tahun, dilakukan dengan tinta atau sejenisnya. Sebagian tanda tangan diatas meterai dan sebagian lainnya diatas kertas dokumen d. Jika digunakan lebih dari satu Meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagaian dari keseluruhan Meterai dan sebagain lainnya diatas dokumen. 189

2. Kertas Meterai a. Dokumen ditulis diatas kertas Meterai. Jika dokumen terlalu panjang untuk 2. Kertas Meterai a. Dokumen ditulis diatas kertas Meterai. Jika dokumen terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya diatas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang lain yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai. b. Kertas Meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi. PEMETERAIAN KEMUDIAN Pemeteraian kemudian adalah suatau cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atau permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainnya belum dilunasi sebagaimana mestinya. Pemeteraian kemudian dilakukan, atas: a. dokumen yang semula tidak terutang Bea meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan b. Dokumen yang Bea Meterainnya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya c. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia Daluwarsa 5 tahun, sejak tanggal dokumen dibuat. 190

CARA PELUNASAN BEA METERAI . Benda Meterai Biasa Pemeteraian Kemudian Oleh Wajib Bea Oleh CARA PELUNASAN BEA METERAI . Benda Meterai Biasa Pemeteraian Kemudian Oleh Wajib Bea Oleh Pejabat Pos Administrasi S A N K S I Pidana Cara Lian Mesin Teraan Meterai Alat Lain Harus Seijin Menteri Keuangan Dokumen yang tidak/kurang dilunasi Bea Meterasi sebagaimana mestinyya, dikenakan denbda 200% darai Bea Meterai yang tidak/kurang bayar 1. Pemalsuan meterai, kertas meterai dan tanda tangan 2. Menyimpan untuk diedarkan, mesukkan meterai palsu 3. Menggunakan, mengedarkan memasukkan, menjual meterai yang telahdigunakan 4. Menyimpan alat/perkakas yang digunakan untukm melasu meterai 5. Menggunakan cara lain untuk pelunasan Bea Meterai 191

JENIS & OBJEK PAJAK DAERAH . Pajak Daerah Pajak Propinsi • Pajak Kendaraan Bemotor JENIS & OBJEK PAJAK DAERAH . Pajak Daerah Pajak Propinsi • Pajak Kendaraan Bemotor dan Kendaraan di Atas Air • Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan dia Atas Air • Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor • Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukaan Pajak Kabupaten/Kota • Pajak Hotel • Pajak Restoran • Pajak Hiburan • Pajak Reklame • Pajak Penerangan Jalan • Pajak Pengambilan Bahan Galian C • Pajak Parkir • Pajak Lain-lain 192

TARIF PAJAK Tarif pajak yang dikenakan, paling tinggi sebesar: • Pajak Kendaraan Bermoptor dan TARIF PAJAK Tarif pajak yang dikenakan, paling tinggi sebesar: • Pajak Kendaraan Bermoptor dan Kendaraan di Atas Air sebesar 5% • Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan dia Atas Air sebesar 10% • Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar 5% • Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukaan 20% • Pajak Hotel 10% • Pajak Restoran 10% • Pajak Hiburan 35% • Pajak Reklame 25% • Pajak Penerangan Jalan 10% • Pajak Pengambilan Bahan Galian C 20% • Pajak Parkir 20% Pajak angka 1 s/d 4 diatur secara nasional lewat peraturan Pemerintah Pajak nomer 5 s/d 11 diatur lewat Perda 193

RETRIBUSI DAERAH • • • Retribusi Daerah: pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau RETRIBUSI DAERAH • • • Retribusi Daerah: pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan Jasa: kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan Jasa Umum: jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip untuk tujuan kepentingan umum dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan Jasa Usaha: jasa yang dis. Ediakan oleh Permerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta Perizinan Tertentu: kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimasudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan atau fasilitas tertentru guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 194

Jenis Retribusi A. Retribusi Umum, dengan kriteria: a. bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Jenis Retribusi A. Retribusi Umum, dengan kriteria: a. bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya f. Retribusi dapat dipanggil secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial g. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik. 195

Jenis Retribusi Jasa Umum: 1. Retribusi Pelayanan Kesehatan 2. Retribusi layanan Persampahan/Kebersihan 3. Retribusi Jenis Retribusi Jasa Umum: 1. Retribusi Pelayanan Kesehatan 2. Retribusi layanan Persampahan/Kebersihan 3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil 4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat 5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 6. Retribusi Pelayanan Pasar 7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 8. Retribusi Pemeriksaan. Alat Pemadam Kebakaran 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 10. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan B. Retribusi Jasa Usaha, Kriteria: a. Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadahi atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah. 196

Jenis Retribusi Jasa Usaha: 1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Jenis Retribusi Jasa Usaha: 1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan 3. Retribusi Tempat Pelelangan 4. Retribusi Terminal 5. Retribusi Tempat Khusus Parkir 6. Retribusi Tempat Penginapan, Pesanggrahan, Villa 7. Retribusi Penyedotan Kakus 8. Retribusi Rumah Potong Hewan 9. Pelayanan Pelabuhan Kapal 10. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga 11. Retribusi Pemyeberangan diatas Air 12. Retribusi Pengolahan Limbah Cair 13. Retribusi Penjualan Produk Daerah 197

C. Retribusi Perizinan Tertentu, kriteria: 1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada C. Retribusi Perizinan Tertentu, kriteria: 1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi 2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum 3. Biaya yang menjadi beban daerah dalam mpenyelenggaraan izin tersebut dari biaya untuk menanggulangi negatif dan perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai retribusi perizinan. Jenis Retribusi Perizinan. Tertentu: 1. Retribusi izin Mendirikan Bangunan 2. Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3. Retribusi izin Gangguan 4. Retribusi izin Trayek 198

OBJEK RETRIBUSI DAERAH • • • Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau OBJEK RETRIBUSI DAERAH • • • Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan Jasa Usah, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial Perizinantertentu , yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 1. Retribusi Jasa Umum: orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa SUBJEK RETRIBUSI DAERAH umum yang bersangkutan 2. Retribusi Jasa Usaha: orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan 3. Retribusi Perizinan Tertentu: orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. 199