Скачать презентацию Pendahuluan Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang Скачать презентацию Pendahuluan Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang

e5617713979208cf60bb8c98303bfb14.ppt

  • Количество слайдов: 64

Pendahuluan • • Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok Pendahuluan • • Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil. Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam. Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama. Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.

 • Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung World Trade Center dan Pentagon sebagai korban • Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung World Trade Center dan Pentagon sebagai korban utama penyerangan ini. Padahal, lebih dari itu, yang menjadi korban utama dalam waktu dua jam itu mengorbankan kurang lebih 3. 000 orang pria, wanita dan anak-anak yang terteror, terbunuh, terbakar, meninggal, dan tertimbun berton-ton reruntuhan puing akibat sebuah pembunuhan massal yang terencana. Akibat serangan teroris itu, menurut Dana Yatim-Piatu Twin Towers, diperkirakan 1. 500 anak kehilangan orang tua. Di Pentagon, Washington, 189 orang tewas, termasuk para penumpang pesawat, 45 orang tewas dalam pesawat keempat yang jatuh di daerah pedalaman Pennsylvania. Para teroris mengira bahwa penyerangan yang dilakukan ke World Trade Center merupakan penyerangan terhadap "Simbol Amerika". Namun, gedung yang mereka serang tak lain merupakan institusi internasional yang melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Di sana terdapat perwakilan dari berbagai negara, yaitu terdapat 430 perusahaan dari 28 negara. Jadi, sebetulnya mereka tidak saja menyerang Amerika Serikat tapi juga dunia. Amerika Serikat menduga Osama bin Laden sebagai tersangka utama pelaku penyerangan tersebut. • Kejadian ini merupakan isu global yang mempengaruhi kebijakan politik seluruh negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan Terorisme Internasional. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali, tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar di dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang. Perang terhadap Terorisme yang dipimpin oleh Amerika, mula-mula mendapat sambutan dari sekutunya di Eropa. Pemerintahan Tony Blair termasuk yang pertama mengeluarkan Anti Terrorism, Crime and Security Act, December 2001, diikuti tindakan-tindakan dari negara lain yang pada intinya adalah melakukan perang atas tindak Terorisme di dunia, seperti Filipina dengan mengeluarkan Anti Terrorism Bill.

 • • • Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan Terorisme, satu di antaranya adalah • • • Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan Terorisme, satu di antaranya adalah pengertian yang tercantum dalam pasal 14 ayat 1 The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut: “Terrorism means the use of violence for political ends and includes any use of violence for the purpose putting the public or any section of the public in fear. ” Kegiatan Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok atau suatu bangsa. Biasanya perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror. Terorisme tidak ditujukan langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan teror justru dilakukan dimana saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih utama, maksud yang ingin disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan teror tersebut mendapat perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih sebagai psy-war. Terorisme kian jelas menjadi momok bagi peradaban modern. Sifat tindakan, pelaku, tujuan strategis, motivasi, hasil yang diharapkan serta dicapai, target-target serta metode Terorisme kini semakin luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas bahwa teror bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes against peace and security of mankind)

PERMASALAHAN HUKUM • • • Dalam rangka mencegah dan memerangi Terorisme, sejak jauh sebelum PERMASALAHAN HUKUM • • • Dalam rangka mencegah dan memerangi Terorisme, sejak jauh sebelum maraknya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk Terorisme terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta pelbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai Terorisme. Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bali, merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum. Untuk melakukan pengusutan, diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Keberadaan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di samping KUHP dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan Hukum Pidana Khusus. Hal ini memang dimungkinkan, mengingat bahwa ketentuan Hukum Pidana yang bersifat khusus, dapat tercipta karena:

1. 2. 3. 4. Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam masyarakat. 1. 2. 3. 4. Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan sebagai Tindak Pidana, karena perubahan pandangan dan norma di masyarakat, menjadi termasuk Tindak Pidana dan diatur dalam suatu perundang-undangan Hukum Pidana. Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak waktu. Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya. Adanya suatu perbuatan yang khusus dimana apabila dipergunakan proses yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan mengalami kesulitan dalam pembuktian. Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) [[(lex specialis derogat lex generalis)]]. Keberlakuan lex specialis derogat lex generalis, harus memenuhi kriteria : 1. bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat umum, dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu Undang-Undang. 2. bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang khusus tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian yang dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus tersebut.

 Sedangkan kriminalisasi Tindak Pidana Terorisme sebagai bagian dari 1. 2. 3. perkembangan hukum Sedangkan kriminalisasi Tindak Pidana Terorisme sebagai bagian dari 1. 2. 3. perkembangan hukum pidana dapat dilakukan melalui banyak cara, seperti : Melalui sistem evolusi berupa amandemen terhadap pasal-pasal KUHP. Melalui sistem global melalui pengaturan yang lengkap di luar KUHP termasuk kekhususan hukum acaranya. Sistem kompromi dalam bentuk memasukkan bab baru dalam KUHP tentang kejahatan terorisme. Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan adanya hal yang khusus dalam kejahatan terhadap keamanan negara berarti penegak hukum mempunyai wewenang yang lebih atau tanpa batas semata-mata untuk memudahkan pembuktian bahwa seseorang telah melakukan suatu kejahatan terhadap keamanan negara, akan tetapi penyimpangan tersebut adalah sehubungan dengan kepentingan yang lebih besar lagi yaitu keamanan negara yang harus dilindungi. Demikian pula susunan bab-bab yang ada dalam peraturan khusus tersebut harus merupakan suatu tatanan yang utuh. Selain ketentuan tersebut, pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa semua aturan termasuk asas yang terdapat dalam buku I Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) berlaku pula bagi peraturan pidana di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) selama peraturan di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut tidak mengatur lain.

 Sesuai pengaturan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Sesuai pengaturan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP), penyelesaian suatu perkara Tindak Pidana sebelum masuk dalam tahap beracara di pengadilan, dimulai dari Penyelidikan dan Penyidikan, diikuti dengan penyerahan berkas penuntutan kepada Jaksa Penuntut Umum. Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP) menyebutkan bahwa perintah Penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras telah melakukan Tindak Pidana berdasarkan Bukti Permulaan yang cukup. Mengenai batasan dari pengertian Bukti Permulaan itu sendiri, hingga kini belum ada ketentuan yang secara jelas mendefinisikannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi dasar pelaksanaan Hukum Pidana. Masih terdapat perbedaan pendapat di antara penegak hukum. Sedangkan mengenai Bukti Permulaan dalam pengaturannya pada Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pasal 26 berbunyi : 1. Untuk memperoleh Bukti Permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap Laporan Intelijen. 2. Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh Bukti Permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri. 3. Proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan secara tertutup dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari. 4. Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan adanya Bukti Permulaan yang cukup, maka Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan dilaksanakan Penyidikan.

PENGERTIAN TINDAK PIDANA TERORISME (Pasal 6 s/d Pasal 19) Pasal 6 Setiap orang yang PENGERTIAN TINDAK PIDANA TERORISME (Pasal 6 s/d Pasal 19) Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pasal 7 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup.

Pasal 8 Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 8 Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, setiap orang yang: a. menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara atau menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan tersebut; b. menyebabkan hancurnya, tidak dapat dipakainya atau rusaknya bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara, atau gagalnya usaha untuk pengamanan bangunan tersebut; c. dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, mengambil, atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau alat tersebut, atau memasang tanda atau alat yang keliru; d. karena kealpaannya menyebabkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan hancur, rusak, terambil atau pindah atau menyebabkan terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang keliru; e. dengan sengaja atau melawan hukum, menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; f. dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak pesawat udara; g. karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara celaka, hancur, tidak dapat dipakai, atau rusak;

h. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, atas h. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, atas penanggung asuransi menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan kehancuran, kerusakan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang dipertanggungkan terhadap bahaya atau yang dipertanggungkan muatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya, ataupun untuk kepentingan muatan tersebut telah diterima uang tanggungan; i. dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pesawat udara dalam penerbangan; j. dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman dalam bentuk lainnya, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pengendalian pesawat udara dalam penerbangan; k. melakukan bersama-sama sebagai kelanjutan permufakatan jahat, dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, mengakibatkan luka berat seseorang, mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara sehingga dapat membahayakan penerbangannya, dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau meneruskan merampas kemerdekaan seseorang; l. dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan kekerasan terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalam penerbangan, jika perbuatan itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut; m. dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat udara dalam dinas atau menyebabkan kerusakan atas pesawat udara tersebut yang menyebabkan tidak dapat terbang atau membahayakan keamanan penerbangan;

n. dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya di dalam pesawat udara n. dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya di dalam pesawat udara dalam dinas, dengan cara apapun, alat atau bahan yang dapat menghancurkan pesawat udara yang membuatnya tidak dapat terbang atau menyebabkan kerusakan pesawat udara tersebut yang dapat membahayakan keamanan dalam penerbangan; o. melakukan secara bersama-sama 2 (dua) orang atau lebih, sebagai kelanjutan dari permufakatan jahat, melakukan dengan direncanakan lebih dahulu, dan mengakibatkan luka berat bagi seseorang dari perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf l, huruf m, dan huruf n; p. memberikan keterangan yang diketahuinya adalah palsu dan karena perbuatan itu membahayakan keamanan pesawat udara dalam penerbangan; q. di dalam pesawat udara melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dalam pesawat udara dalam penerbangan; r. di dalam pesawat udara melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu ketertiban dan tata tertib di dalam pesawat udara dalam penerbangan.

TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 20 Setiap orang yang TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 20 Setiap orang yang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan mengintimidasi penyelidik, penyidik, penuntut umum, penasihat hukum, dan/atau hakim yang menangani tindak pidana terorisme sehingga proses peradilan menjadi terganggu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Pasal 21 Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu, dan mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan, atau melakukan penyerangan terhadap saksi, termasuk petugas pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Pasal 22 Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.

Pasal 23 Setiap saksi dan orang lain yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 23 Setiap saksi dan orang lain yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun. Pasal 24 Ketentuan mengenai penjatuhan pidana minimum khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22, tidak berlaku untuk pelaku tindak pidana terorisme yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun.

PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN • Penyidik diberi wewenang untuk melakukan penahanan PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN • Penyidik diberi wewenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka paling lama 6 (enam) bulan. • Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap laporan intelijen. • Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi: a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan c. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1) tulisan, suara, atau gambar; 2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; 3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. • Penagkapan oleh Penyidik dalam waktu 7 X 24 jam • Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dapat diperlakukan surut untuk tindakan hukum bagi kasus tertentu sebelum mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, yang penerapannya ditetapkan dengan Undangundang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersendiri.

2. Daerah operasi organisasi teroris Sumut Kalimantan Sumsel Cirebon Tj. Karang. Lampung Pamekasan. Madura 2. Daerah operasi organisasi teroris Sumut Kalimantan Sumsel Cirebon Tj. Karang. Lampung Pamekasan. Madura Makasar-Sulsel Cipinang-Jkt Bandung Nusakambangan Madiun Denpasar. Bali Abepura. Papua

Indonesia Profile § The world's largest archipelago : more than 17, 500 islands § Indonesia Profile § The world's largest archipelago : more than 17, 500 islands § Between two continents, Asia and Australia. § Length: 3, 977 miles from the Indian Ocean to the Pacific Ocean. § Area if its territorial waters were included, the total area is 1. 9 million square miles. § The five major islands : – – – Sumatra : 473, 606 square km Java : 132, 107 square km Kalimantan : 539, 460 square km, Sulawesi : 189, 216 square km Papua : 421, 981 square km.

5. KEKUASAAN KEHAKIMAN : UU RI NO. 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang 5. KEKUASAAN KEHAKIMAN : UU RI NO. 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum menyatakan bhw : Peradilan umum( Pengadilan Negeri dan pengadilan Tinggi ) merupakan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka , untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

 6. PENGADILAN MENDAHULUKAN PENYELESAIAN TERORIS : Pasal 57 UU No. 8 Tentang Perubahan 6. PENGADILAN MENDAHULUKAN PENYELESAIAN TERORIS : Pasal 57 UU No. 8 Tentang Perubahan Peradilan Umum menyatakan bahwa: -perkara yang harus didahulukan penyelesaiannya di Pengadilan adalah : 1. perkara korupsi 2. perkara terorisme 3. narkotika/psikotropika 4. pencucian uang

7. PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM : Pasal 19 ayat (4) UU No. 4 Tahun 2004 7. PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM : Pasal 19 ayat (4) UU No. 4 Tahun 2004 : Hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang di periksa dan menjadi bagian dari putusan . Putusan hakim : -harus memuat semua fakta yang terungkap dalam persidangan , -memuat alasan dasar putusan , -memuat pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan, -memuat pasal dari UU yang berhubungan dengan perkara itu , -memuat sumber hukum tidak terulis yang dijadikan dasar mengadili. Pasal 28 : hakim wajib menggali , mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. UU No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung : mengatur masalah “dissenting opinion “

8. PUTUSAN PENGADILAN ADALAH : pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum: 8. PUTUSAN PENGADILAN ADALAH : pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum: -dapat berupa pemidanaan, -dapat bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini

9. Proses penegakan hukum sidang prk teroris PN -di hukum ok terbukti -dibebaskan -lepas 9. Proses penegakan hukum sidang prk teroris PN -di hukum ok terbukti -dibebaskan -lepas contoh kasus PN. Medan Pengerahan MASSA Intervensi : - Politisi , LSM, NGO - mengomentari sidang - polisi disebutkan tdk profesional utk melemahkan - melanggar HAM - dukungan ormas tertentu SIDANG : PT -di hukum -dibebaskan -dilepaskan M A -DI HUKUM -DIBEBASKAN -DILEPASKAN

10. PENGADILAN MAMPU MENYELESAIKAN PERKARA TERORIS TEPAT WAKTU : 1. 2. 3. Penyidik, Penuntut 10. PENGADILAN MAMPU MENYELESAIKAN PERKARA TERORIS TEPAT WAKTU : 1. 2. 3. Penyidik, Penuntut umum, Hakim dihadapkan persoalan masalah penahanan, sidang marathon. PN. Jak. Sel telah menyelesaikan perkara teroris Jamah Islamiyah, bom JW Marriot, bom di depan Kedubes Australia Kunigan. Pengadilan Negeri Denpasar juga sudah menyelesaikan perkara peledakan bom Bali I dan bom Bali II . Juga pengadilan-pengadilan negeri lainnya sudah menyelesaikan banyak perkara teroris.

11. TERORISME MERUPAKAN KEJAHATAN : § KEJAHATAHAN INTERNASIONAL. § TERORGANISASI DENGAN BAIK. § MEMPUNYAI 11. TERORISME MERUPAKAN KEJAHATAN : § KEJAHATAHAN INTERNASIONAL. § TERORGANISASI DENGAN BAIK. § MEMPUNYAI JARINGAN LUAS DAN MENGGUNAKAN SISTEM SEL. § MEMILIKI SUMBER DANA YANG SANGAT BESAR. § MENGANCAM PERDAMAIAN DAN KEAMANAN NASIONAL, REGIONAL DAN INTERNASIONAL.

12. KERJASAMA INTERNASIONAL Pada bulan Desember 2000 di Palermo , Sisilia, Italia ditanda tangani 12. KERJASAMA INTERNASIONAL Pada bulan Desember 2000 di Palermo , Sisilia, Italia ditanda tangani Konvensi PBB Tentang Kejahatan Terorganisasi Transnasional (United Nations Convention against Transnational organized Crime ) Pada tanggal 28 November 2005 dalam pertemuan Euro – Mediterranean Summit di Barcelona , rencana penanganan antiterorisme, dalam rancangan Code of conduct on Countering Terrorism , menyatakan serangan teroris tetap tidak dapat dibenarkan apapun alasannya. Masalah terorisme tidak bisa diatasi oleh hanya suatu negara akan tetapi perlu kerjasama Internasional untuk menanggulanginya.

13. KERJASAMA REGIONAL ASEAN • KONFERENSI • • TAHUNAN KEPALA KEPOLISIAN PERTEMUAN PARA MENTERI 13. KERJASAMA REGIONAL ASEAN • KONFERENSI • • TAHUNAN KEPALA KEPOLISIAN PERTEMUAN PARA MENTERI ASEAN TENTANG KEJAHATAN TRANSNASI ONAL TAHUN 1997, 1999 PERTEMUAN PARA DIRJEN IMIGRASI

14. AKSI BOM DI INDONESIA l l l l 1. Pada tanggal 01 AGUSTUS 14. AKSI BOM DI INDONESIA l l l l 1. Pada tanggal 01 AGUSTUS 2000. Terjadi serangan bom dirumah kediaman Duta Besar Filipina di Jakarta. 2. Pada tanggal 27 Agustus 2000 ledakan di depan kantor Kedubes Malysia. 3. Pada tanggal 13 September 2000. Terjadi ledakan bom di Gedung Bursa Efek. 4. Pada tanggal 24 Desember 2000. ledakan Bom pada malam hari Natal. 5. Pada tanggal 23 September 2001 Terjadi ledakan bom di Plaza Atrium Senen. 6. Pada tanggal 12 Oktober 2001. Terjadi ledakan bom di Restoran KFC, Makassar. 7. Pada tanggal 6 November 2001. Terjadi ledakan bom di Sekolah Australia, di Jakarta. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS ). 8. Pada tanggal 01 Januari 2002 Terjadi ledakan bom pada malam Tahun Baru. 9. Pada tanggal 12 Oktober 2002 Terjadi peledakan Bom bunuh diri yang sangat dahsyat di Kuta, Bali. 10. Pada tanggal 5 Desember 2002 bom di Restoran Mc. Donald's, Makassar. 11. Pada tanggal 3 Februari 2003 Terjadi ledakan bom di Kompleks Mabes Polri. 12. Pada tanggal 27 April 2003 Terjadi ledakan bom di Bandara Cengkareng. 13. Pada tanggal 5 Agustus 2003 Terjadi peledakan bom bunuh diri dengan kekuatan besar di Hotel JW Marriott, Jakarta. 14. Pada tanggal 9 September 2004 Terjadi peledakan bom bunuh diri di depan Kedubes Australia, Jakarta. 15. Pada tanggal 8 Juni 2005 Terjadi ledakan di Pamulang, Tangerang. 16. Pada tanggal 1 Oktober 2005 Kuta, Bali. (BOM BALI II).

15. Korban teroris sejak tahun 1960 Sejak akhir 1960 -an, aksi teroris telah mengakibatkan 15. Korban teroris sejak tahun 1960 Sejak akhir 1960 -an, aksi teroris telah mengakibatkan kehancuran fatal dalam sejarah. 16. 000 serangan teroris yang terjadi di dunia ini mengakibatkan lebih dari 20. 000 korban jiwa.

16. Cara –cara operasi Terorisme • Pengeboman • Pembunuhan • Penculikan dengan tebusan • 16. Cara –cara operasi Terorisme • Pengeboman • Pembunuhan • Penculikan dengan tebusan • Penyanderaan • Pembajakan • Penyerangan bersenjata • Melukai anggota tubuh orang lain sehingga mengakibatkan cacat secara permanen • Pembakaran • Perampokan

17. Kelompok teroris yang menggunakan bom bunuh diri 1. 2. 3. 4. 5. 6. 17. Kelompok teroris yang menggunakan bom bunuh diri 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Organisasi Jihad Islam Hezbollah Brigade Al-Qassam dari HAMAS Jihad Islam Palestina Babbar Khaisa (Kelompok Sikh) Partai Buruh Kurdistan atau PKK Al-Jihad Mesir Harimau Pembebasan dari Tamil Eelam atau LTTE DHKP/C di Turki Al-Qaeda Laskar l-Taiba (Kashmir) Brigade Syahid Al-Quds dari FATAH Pemberontak Chechen Front Populer untuk Kebebasan dari Palestina Jamaah Islamiyah Asia Tenggara dan Indonesia

18. Kecenderungan dalam Terorisme Revolusi Rusia Konflik Arab. Israel Fundamentalisme Radikal Pengeboman Fasilitas di 18. Kecenderungan dalam Terorisme Revolusi Rusia Konflik Arab. Israel Fundamentalisme Radikal Pengeboman Fasilitas di Seluruh Dunia Revolusi Prancis Terorisme yang Tumbuh di Dalam Negeri Evolusi Terorisme Trends in Terrorism Serangan Senjata Kimia/Biologi

19. Pelaku Bom Bunuh Diri Masa Kini 19. Pelaku Bom Bunuh Diri Masa Kini

20. Terorisme Modern l Teroris tidak segan-segan melakukan serangan kejam dengan mengorbankan rakyat sipil 20. Terorisme Modern l Teroris tidak segan-segan melakukan serangan kejam dengan mengorbankan rakyat sipil dalam jumlah besar Modern Terrorism l Terrorists are willing to conduct ruthless attacks against mass civilian targets

21. Jumlah Fasilitas yang Menjadi Sasaran Serangan Teroris 21. Jumlah Fasilitas yang Menjadi Sasaran Serangan Teroris

22. Konflik Etnis Utama • • • Daerah Basque di Spanyol Suku Kurdi di 22. Konflik Etnis Utama • • • Daerah Basque di Spanyol Suku Kurdi di Turki dan Irak Warga Albania di Macedonia dan Serbia Chechen di Rusia Aceh, Irian Jaya (Papua) di Indonesia Uighur di Cina Tamil di Sri lanka Suku Assam, Bodo, Kashmir, Sikh, dan Naga di India Warga Irlandia di Irlandia Utara Warga Palestina di Israel

23. Kamp pelatihan teroris di Akademi Militer Mujahidin Afganistan, Kamp Latihan Hudaybiyah dan Kamp 23. Kamp pelatihan teroris di Akademi Militer Mujahidin Afganistan, Kamp Latihan Hudaybiyah dan Kamp Latihan Jabal Quba di Mindanau , Filipina Selatan : • Materi pelajaran militer yang utama diberikan adalah: • 1. Tactic, yaitu seni pertempuran infanteri. • 2. Map Reading , yaitu kemahiran seputar peta dan navigasi. • 3. Weapon Training , yaitu kemahiran berbagai macam senjata infanteri dan artileri. • 4. Field Engineering , yaitu kemahiran ranjau standar buatan pabrik , bahan peledak , penempatan bom , dan penggunaannya sebagai alat penghancur. Termasuk pengetahuan peracikan bahan kimia dan juga bahan dapur yang dapat diolah menjadi bahan peledak disebut juga materi pelajaran Mine and Destruction.

24. LATIHAN LANJUTAN DI KAMP TERORIS § 1. Kemahiran menembak pistol dan revolver. § 24. LATIHAN LANJUTAN DI KAMP TERORIS § 1. Kemahiran menembak pistol dan revolver. § 2. sniper (rifle markmanship ). § 3. Kursus-kursus bahan kimia dan peracikan bahan peledak § 4. perbengkelan senjata dan amunisi. § 5. Kemahiran merakit sirkuit elektronik. § 6. Kursus Tank Tempur (seperti , T-60, T-59, T-72) § 7. Latihan tempur infanteri di berbagai bentuk lapangan, sekaligus ikut bertempur kontak senjata dll.

25. Penyidikan Tindak Pidana Terorisme Pasal 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31 dan 25. Penyidikan Tindak Pidana Terorisme Pasal 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31 dan 32 • Penyidikan berdasar hukum acara berlaku kecuali ditentukan lain • • dalam Perpu. Penyidik diberi wewenang 4 (empat) bulan untuk HAN Bukti permulaan yang cukup dapat gunakan setiap “Laporan Intelejen” Alat Bukti Pasal 184 + 2 DE KAP berdasar bukti permulaan pasal 26 ayat 2 ? , 7 x 24 Jam. Blokir rekening Keterangan Bank dan Jasa Keuangan Buka, riksa dan sita surat dan kiriman via pos or jasa pengiriman Pasal 32 “Saksi memberikan keterangan dengan bebas tanpa tekanan”

26. MENURUT PROF. DR. MULADI “bahwa masalah terorisme merupakan bahaya laten dan sekaligus musuh 26. MENURUT PROF. DR. MULADI “bahwa masalah terorisme merupakan bahaya laten dan sekaligus musuh bagi bangsa Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya (hostes humanis generis ).

27. JARINGAN TERORIS JAMAAH ISLAMIYAH • Jamaah Islamiyah adalah sebuah jaringan teroris berbasis di 27. JARINGAN TERORIS JAMAAH ISLAMIYAH • Jamaah Islamiyah adalah sebuah jaringan teroris berbasis di Asia Tenggara yang memiliki hubungan dengan Organisasi teroris Internasional Al Qaeda. Jaringan ini merekrut dan melatih para ekstremis pada akhir 1990 an, tujuannya menciptakan sebuah negara Islam yang meliputi Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina Selatan, dan Thailand Selatan.

28. JAMAAH ISLAMIYAH DI INDONESIA • Al-jamaah Al-Islamiyah adalah sebuah organisasi • /jamaah yang 28. JAMAAH ISLAMIYAH DI INDONESIA • Al-jamaah Al-Islamiyah adalah sebuah organisasi • /jamaah yang terdiri dari orang-orang muslim yang memiliki seorang pemimpin yang disebut Amir Jamaah ini bukanlah Jama’atul Muslimin tetapi merupakan Jama’atun minal-Muslimin, maksud dari minal-Muslimin adalah kelompok atau organisasi ini terdiri dari sebagian orang-orang muslim saja , yaitu bukan bermaksud umumnya semua umat Muslim di seluruh dunia. . Al-Jamaah Al-Islamiyah adalah sebuah JAMAAH atau organisasi dengan alasan bahwa Al-Jamaah Al. Islamiyah memiliki pimpinan jamaah yang ditaati , anggota jamaah dan struktural kepemimpinan (jalur komando ).

29. UNDANG-UNDANG TERORIS DI INDONESIA • Kejahatan teroris adalah kejahatan yang baru masuk dalam 29. UNDANG-UNDANG TERORIS DI INDONESIA • Kejahatan teroris adalah kejahatan yang baru masuk dalam peraturan perundangan di Indonesia sejak terjadi Bom Bali pada tahun 2002 , sementara di negara-negara lain perkara kejahatan teroris sudah lama masuk dalam undang –undang.

Karakteristik : 1. 2. 2. 3. 4. Disengaja Gunakan Kekerasan Dengan perencanaan Dilakukan secara Karakteristik : 1. 2. 2. 3. 4. Disengaja Gunakan Kekerasan Dengan perencanaan Dilakukan secara bersama Dukungan Pembiayaan Pasal 6 dan 7 : 30. Tindak Pidana Teroris Bab III 14 Pasal, Bab IV 5 Pasal Akibatkan : • Suasana teror • Rasa takut terhadap orang secara meluas • Menimbulkan Korban yg bersifat massal Dengan cara : - Merampas kemerdekaan - Hilangnya nyawa - Harta orang lain Untuk menimbulkan : - Kerusakan - Kehancuran terhadap obyek vital strategis - Lingkungan Hidup - Fasilitas Publik - Fasilitas International 30. Pasal 9 : Setiap orang melawan hukum Memasukan ke Ina, membuat, Menerima, mencoba peroleh, Menyerahkan, mencoba myrhkn Menguasai, membawa, mmpnyi Persediaan padanya, menyimpn Mengangkut, menyembunyikan, Mempergunakan, mengeluarkan Ke dan/atau dari Ina. Senpi, Amunisi, Handak dan Bahan bahaya lainnya Dengan maksud melakukan Tindak Pidana Terorisme

31. PENANGKAPAN : • Pihak berwajib Indonesia telah menahan sampai sekarang bulan Maret 2006, 31. PENANGKAPAN : • Pihak berwajib Indonesia telah menahan sampai sekarang bulan Maret 2006, sekitar 400 orang teroris yang terlibat aksi-aksi teroris di Indonesia

32. KTT Arab di Arab Saudi 07 Desember 2005 • Negara OKI menyerukan agar 32. KTT Arab di Arab Saudi 07 Desember 2005 • Negara OKI menyerukan agar negara- negara OKI memberantas ekstrimisme dan militan yang mengatas namakan Islam dan memerangi terorisme.

33. KTT OKI DI ARAB SAUDI : • Pikiran jiwa seorang muslim harus dibersihkan 33. KTT OKI DI ARAB SAUDI : • Pikiran jiwa seorang muslim harus dibersihkan dari • • • pikiran ekstrimis yang menyimpang dan menyerukan pengafiran, pertumpahan darah, serta pengahancuran masyarakat. Persatuan dan kebangkitan Islam tidak bisa diwujudkan melalui aksi peledakan bom dan pertumpahan darah. Itu adalah pemikiran yang dianut sekelompok orang yang sesat. Persatuan dan kebangkitan hanya bisa tercipta melalui keimanan yang kuat, saling menyayangi sesama, serta iklas berkata dan bekerja. Menjadi moderat adalah dasar manusia untuk bisa membangun rasa saling memahami. Pijakan lain adalah sikap toleran, memahami dan menghormati.

34. Terorisme di Malaysia • Negara Malaysia telah menahan ratusan orang tersangka kelompok militan, 34. Terorisme di Malaysia • Negara Malaysia telah menahan ratusan orang tersangka kelompok militan, mereka di tahan di sebuah penajara berdasarkan UU keamanan yang mengijinkan penahanan tanpa harus diadili lebih dahulu. ( Internal Security Act)

35. PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi dalam kongres tahunan partai UMNO (Organisasi Nasional Malaysia 35. PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi dalam kongres tahunan partai UMNO (Organisasi Nasional Malaysia bersatu, 21 Juli 2005 menyerukan : • umat islam agar mencegah upaya yang dilakukan kelompok militan • • untuk membajak nama islam demi kepentingan idiologi kekerasan mereka dan budaya kekerasan atas nama islam tidak terjadi lagi. Ia meminta umat islam sadar bahwa islam dan ajarannya dapat digunakan oleh kelompok tertentu utk melaksanakan agenda tersembunyi mereka. Ada kelompok yg melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan islam. Harus di cegah keimanan islam dijadikan alat oleh kelompok yg memiliki agenda tersembunyi. Kelalaian akan memberikan kelompok militan menyebarkan pertikaian dikalangan muslim dan menggaggu keharmonisan ras.

36. PERTEMUAN UNI EROPA • Penanganan antiterorisme yang dibahas dalam Euro-Mediterranean Summit selama dua 36. PERTEMUAN UNI EROPA • Penanganan antiterorisme yang dibahas dalam Euro-Mediterranean Summit selama dua hari di Barcelona, pada tanggal 28 November 2005. Rancangan ‘Code of conduct on Countering Terrorism ‘ itu menyatakan…. serangan teroris tetap tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.

37. Mantan Sekjen PBB Kofi Annan : l Semua negara di dunia harus bersatu 37. Mantan Sekjen PBB Kofi Annan : l Semua negara di dunia harus bersatu dalam solidaritas dengan para korban terorisme, dan dalam kebulatan tekad dalam mengambil suatu tindakan melawan teroris itu sendiri dan melawan semua pihak yang memberi mereka perlindungan, bantuan, atau dorongan. ”selanjutnya Kofi Annan mengatakannya “dari sifatnya, terorisme adalah suatu penyerangan atas prinsip dasar dari hukum, tata tertib, hak manusia”.

38. Konferensi Internasional Tentang Isu Radikalisme Islam dan Aktifitas Ekonomi Indonesia : • Wakil 38. Konferensi Internasional Tentang Isu Radikalisme Islam dan Aktifitas Ekonomi Indonesia : • Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dalam sambutannya dalam Konferensi Internasional tentang isu radikalisme Islam dan aktivitas ekonomi Indonesia (07 Desember 2005)“meminta rakyat berpikir positif menanggapi langkah–langkah pemerintah termasuk langkah perang melawan terorisme. Pemerintah akan terus melakukan perang menyeluruh melawan terorisme. Isu terorisme adalah isu yang sangat sensitif dan tidak selalu populis.

39. AGENDA UTAMA ORGANISASI TERORIS INTERNASIONAL : • mendapatkan “Weapons of Mass Destruction“ yaitu 39. AGENDA UTAMA ORGANISASI TERORIS INTERNASIONAL : • mendapatkan “Weapons of Mass Destruction“ yaitu senjata pemusnah masal seperti senjata nuklir, senjata kimia, senjata biologi (senjata gas sarin yang merusak saraf), dan Bom hidrogen. • -melalui kerja sama Internasional ini bisa di cegah.

40. IMPLIKASI KERUNTUHAN NEGARA UNI SOVIET : Setelah Negara Uni Soviet runtuh: • beberapa 40. IMPLIKASI KERUNTUHAN NEGARA UNI SOVIET : Setelah Negara Uni Soviet runtuh: • beberapa komponen senjata nuklir dan cetak biru • pembuatan senjata nulir dijual ke negara-negara tertentu yang sangat berminat memiliki senjata nuklir tersebut. Yang menjadi keprihatinan dunia Internasional adalah apabila teroris mampu menguasai negara tersebut sehingga mereka mempunyai akses ke senjata pemusnah masal tersebut, dan apabila ini terjadi ini akan terjadi bencana global.

41. Persoalan dibidang legislasi Pemberantasan Teoris : • Apabila aparat keamanan diberikan kewenangan yang 41. Persoalan dibidang legislasi Pemberantasan Teoris : • Apabila aparat keamanan diberikan kewenangan yang lebih besar. Kekhawatirkan masyarakat akan terjadi penyalahgunaan kewenangan ( abuse of power ). • Di Perancis aparat kemanan diberikan kewenangan ternyata tidak ada masalah. Bahkan setelah UU diamandemen aparat keamanan mampu mencegah dan memggagalkan sebanyak 26 rencana peledakan bom diseluruh Perancis.

42. Undang-undang Keamanan Australia Yang Baru : • 1. Sekarang ini Polisi dan agen 42. Undang-undang Keamanan Australia Yang Baru : • 1. Sekarang ini Polisi dan agen rahasia Australia memperoleh hak untuk menyadap telepon dan melacak email serta sms warga masyarakat , walaupun mereka bukan tersangka kejahatan dan bukan pelaku kejahatan. • 2. Polisi boleh menahan orang tanpa perintah perpanjangan masa penahanan, jika orang tersebut dituduh mengetahui rencana serangan • Reaksi masyarakat dan pembela kebebasan sipil menganggap UU ini mengganggu privasi masyarakat. •

43. Indonesia Ratifikasi 2 Konvensi Internasional Pemberantasan Terorisme : • 1. Konvensi • Internasional 43. Indonesia Ratifikasi 2 Konvensi Internasional Pemberantasan Terorisme : • 1. Konvensi • Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris Tahun 1997 (International Convention for The Suppression of Terrorist Bombings 1997). 2. Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme Tahun 1999 (International Convention of the Suppression of the financing of Terrorism 1999). Kedua Konvensi Internasional ini sangat bermanfaat bagi Indonesia dalam memerangi kejahatan teroris.

 44. Keberhasilan Negara Perancis menangani Terorisme : Adanya dukungan dari Parlemen Perancis dalam 44. Keberhasilan Negara Perancis menangani Terorisme : Adanya dukungan dari Parlemen Perancis dalam proses legislasi, dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Perancis untuk melakukan segala upaya penegakan hukum dalam perang melawan teroris. Apabila kita melihat keberhasilan Pemerintah Perancis dalam memerangi kejahatan teroris tersebut, tentunya Pemerintah Indonesia juga bisa menggunakan gagasan untuk mendapatkan dukungan dari Parlemen, agar diberikan dukungan melalui proses legislasi untuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah dalam memerangi kejahatan teroris tersebut.

45. Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris thn. 1997( UU No. 5 Thn. 2006 45. Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris thn. 1997( UU No. 5 Thn. 2006 ) dlm pasal 2 menyatakan: “Setiap orang yang dianggap telah melakukan tindak pidana, apabila orang tersebut secara melawan hukum dan sengaja mengirimkan, menempatkan, melepaskan, atau meledakkan, suatu bahan peledak atau alat mematikan lainnya di, ke dalam, atau terhadap tempat umum, fasilitas negara atau pemerintah, sistem transportasi masyarakat, atau fasilitas infrastruktur yang dilakukan dengan tujuan untuk menyebabkan kematian, luka berat, atau dengan tujuan untuk menghancurkan tempat, fasiltas atau sistem yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar. -Ketentuan ini juga berlaku bagi orang yang melakukan percobaan atas tindak pidana tersebut dan bagi mereka yang turut serta dalam terjadinya tindak pidana tersebut”

46. Konvensi Internasional Tentang Pendanaan Terorisme thn. 1999 ( UU No. 6 Thn. 2006 46. Konvensi Internasional Tentang Pendanaan Terorisme thn. 1999 ( UU No. 6 Thn. 2006 ) • Pasal 2 ( dua ) : Setiap orang dianggap telah melakukan tindak pidana apabila orang tersebut secara langsung atau tidak langsung, secara melawan hukum dan dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana dengan niat akan digunakan atau dengan sepengetahuannya akan digunakan, secara keseluruhan atau sebagian, untuk melakukan tindakan yang dapat menimbulkan suatu akibat yang tercakup dan dirumuskan dalam salah satu Konvensi yang tercantum dalam lampiran Konvensi ini.

47. Pasal 8 dan pasal 9 : Pasal 8 : “Mengatur kewajiban negara pihak 47. Pasal 8 dan pasal 9 : Pasal 8 : “Mengatur kewajiban negara pihak untuk mengidentifikasi, mendeteksi, dan membekukan dana yang digunakan untuk membiayai tindak pidana terorisme. Dana tersebut selanjutnya dapat dirampas negara sesuai dengan hukum nasional. • Pasal 9 : “Mengatur kewajiban negara pihak untuk melakukan penahanan terhadap tersangka pelaku tindak pidana untuk tujuan penuntutan atau ekstradisi setelah memiliki bukti penahanan yang cukup.

48. CARA-CARA PENANGGULANGAN AKSI TERORISME LAINNYA: 1. Selain melalui cara penegakan hukum cara 2. 48. CARA-CARA PENANGGULANGAN AKSI TERORISME LAINNYA: 1. Selain melalui cara penegakan hukum cara 2. lain yang juga dianggap penting dan efektif untuk melawan aksi teroris adalah dengan menyebarkan toleransi antar umat manusia dan toleransi antar umat beragama. Dunia internasional harus bekerjasama untuk menemukan akar masalah yang memicu timbulnya aksi terorisme.

49. Golden Rules yang harus diperhatikan hakim dalam memutus perkara. • Memegang teguh supremasi 49. Golden Rules yang harus diperhatikan hakim dalam memutus perkara. • Memegang teguh supremasi hukum. • Mandiri dan tidak terpengaruh oleh pihak • • • manapun. Objektif(no bias) dalam memutus suatu perkara , harus memutus berdasarkan pada hukum , bukan karena pengaruh eksternal. Melakukan analisis atas dasar bukti-bukti yang ada. Dalam membuat pertimbangan harus dengan jelas dan mudah dimengerti.

Kesimpulan dan saran : • • Keberhasilan Insititusi Pengadilan dalam menyelesaikan perkara kejahatan terorisme Kesimpulan dan saran : • • Keberhasilan Insititusi Pengadilan dalam menyelesaikan perkara kejahatan terorisme itdak lepas dari peranan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan yang baik dan kemampuan penuntut umum membktuikan kesalahan terdakwa. Perlu ada sinergi antara instansi kepolisian , kejaksaan dan pengadilan. Dalam menanggulangi kejahatan terorisme , Jaksa-jaksa dan hakim yang menangani perkara teroris harus memahami cara-cara kerja organisasi dan jaringan teroris , struktur organisasi teroris dan jaringan organisasi Internasional. • 3. Kejahatan teroris menjadi ancaman bagi stabilitas keamanan nasional , regional dan Internasional. dan menjadi ancaman bagi perekonomian nasional dan perekonomian global. • 4. Selain kemampuan Profesional aparat penegak hukum. Merevisi UU Terorisme sesusai dengan perkembangan tingkat kejahatan yang dan memberikan kewenangan yang lebih luas kepada aparat keamanan dalam memerangi aksi terorisme. • 5. Perang melawan teroris selain menangkap para pelakunya (otaknya ) juga termasuk mencegah terjadinya serangan-serangan bom di kemudian hari . 6. Pemerintah harus mampu mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan serta mengamputasi dan membasmi dana-dana pembiayaan terorisme di Indonesia • 6. Mengatasi aksi terorisme selain dengan cara -cara melalui penegakkan hukum cara lain yang juga dianggap paling efektif dalam melawan terorisme adalah dengan menyebarkan ajaran toleransi antarmanusia dan Dunia Internasional harus bekerja sama menemukan akar masalah yang memicu timbulnya aksi terorisme di seluruh dunia.